“Kami akan menindaklanjuti pemberian SP3 terhadap kejahatan kehutanan. Kami akan minta Kapolri menjelaskan kepada Komisi III atas SP3 Polda Riau,” ujar ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo, Kamis (21/7).
Menurutnya, pemerintahan sebelumnya sangat semangat bakal menuntaskan kasus kebakaran lahan hutan yang menghabiskan ribuan hektare di berbagai titik api. Bahkan, kementerian kehutanan melakukan pembahasan serius dengan DPR, khususnya di Komisi IV dalam rangka mengatasi kebakaran hutan. Belakangan, dengan dihentikannya penyidikan kasus kebakaran hutan di Riau, justru menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat.
“Kita dengar awalnya pemerintahan Jokowi sangat keras. Kok tiba-tiba melunak. Kita belum tahu latar belakang pemberian SP3 itu. Pada saatnya nanti, usai reses kami akan minta Kapolri menjelaskan kepada Komisi III atas SP3 di Polda Riau,” ujar Bambang.
Politisi Partai Golkar itu mengatakan, penyidikan mestinya tak melulu melalui pendekatan pidana. Namun juga melalui pendekatan UU Lingkungan Hidup dan UU Kehutanan. “Ya bisa saja. Tetapi awal pangkalnya kan hasil penyelidikan kepolisian,” katanya.
Sementara, Menkompolhukam Luhut Binsar Panjaitan belum dapat memberikan banyak komentar. Pasalnya, pihaknya akan meminta penjelasan dari pihak kepolisian setempat. “Saya mau cek,” kata Luhut yang baru saja melakukan raker dengan Komisi III.
Terpisah, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan penghentian penyidikan oleh Polda Riau terhadap 15 kasus kebakaran lahan dan hutan yang melibatkan korporasi akan menjadi perhatian khusus bagi Presiden Joko Widodo.
"Saya akan secara khusus meminta Kapolda (Riau) dan Kapolri untuk menjelaskan, apakah memang karena faktor pidana sulit ditemukan pelakunya," kata Teten Masduki usai Rapat Evaluasi Satgas Siaga Darurat Kebakaran Lahan dan Hutan Riau, di Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin Pekanbaru.
Teten mengatakan, kedatangannya ke Pekanbaru memang secara khusus untuk memastikan secara langsung apakah laporan yang selama ini diterima Istana Kepresidenan terkait keberhasilan penanganan kebakaran di Riau benar adanya.
Mengenai penghentian penyidikan untuk 15 kasus kebakaran oleh korporasi oleh Polda Riau, Teten memilih untuk tidak berspekulasi sebelum mempelajarinya perihal kebijakan itu sebagai bentuk kepastian hukum atau untuk melindungi para investor.
"Saya kira upaya penegakan hukum bukan hanya pidananya saja, memang itu bisa diefektifkan tapi sudah ada upaya lain seperti pembekuan sampai pencabutan izin," ujarnya.
Ia mengatakan Presiden Joko Widodo sudah mengamanatkan agar penanggulangan masalah kebakaran lahan dan bencana asap perlu menitikberatkan pada pemantapan sistem deteksi dini (early warning system) dan respon cepat dari semua pihak. Dari kedua hal tersebut, ia menilai kinerja dari Gubernur Riau dan Satgas Karlahut Riau sudah lebih baik.
Selain itu, ia juga mengatakan perlu adanya peningkatakan kapasitas dalam penegakan hukum (law enforcement) dari Polri maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). "Kepolisian tingkatkan kemamuan investigasi agar pelajku kebakaran hutan dan lahan jangan sampai lolos. Monitoring perusahaan juga harus terus dilakukan oleh KLHK," tegasnya.
Ia menambahkan setiap perusahaan yang sudah diberi kepercayaan untuk mendapatkan izin pengelolaan lahan yang luas harus punya kemampuan untuk melindunginya. "Audit harus terus dilakukan agar perusahaan punya kemampuan mencegah kebakaran," katanya.
Akan dievaluasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan segera mengevaluasi penghentian penyidikan oleh Polda Riau terhadap 15 kasus kebakaran lahan dan hutan yang melibatkan korporasi.
"Kami sedang mempelajari penghentian penyidikan 15 perusahaan tersebut. Nanti kami meminta kepada Dirjen Penegakan Hukum KLHK untuk membahas bersama berbagai sumber-sumber informasi baik fakta maupun teori," kata Menteri LHK Siti Nurbaya.
Menurut Siti, dengan begitu KLHK dapat mengetahui penyebab dihentikan penyidikan kasus kebakaran lahan dan hutan (karlahut) oleh Polda Riau beberapa waktu lalu. "Kelemahannya apa, apakah kurang bukti atau terlalu cepat memasang 'police line'. Nanti kita ketahui penyebabnya," lanjutnya.
Ia menjelaskan, penanganan kasus karlahut dapat dilakukan dengan beragam penyelesaian. Penanganan pidananya khusus dilakukan oleh Polri. Namun, penyelesaian lainnya seperti perdata dan administrasi merupakan wewenang KLHK.
Terkait dikeluarkan SP3 terhadap 15 korporasi di Riau, ia mengatakan sepenuhnya merupakan penanganan dari Polda Riau. Namun, dia menjelaskan sejak 2015 lalu, KLHK bersama Polri sepakat untuk berbagi tugas dalam penanganan karlahut itu. Dia menegaskan KLHK melalui Dirjen Gakkum dapat membantu penanganan kasus karlahut terutama yang melibatkan korporasi.
Sebelumnya, Direktorat Kriminal Khusus Polda Riau membantah jika menutupi terkait dikeluarkannya SP3 terhadap 15 perusahaan yang diduga melakukan pembakaran lahan. "Tidak ada ditutupi. Kalian (wartawan) saja yang tidak bertanya. Buktinya saat LSM bilang ada 11 perusahaan (SP3), kita malah bilang 15," kata Direktur Kriminal Khusus Polda Riau Kombes Pol Rivai Sinambela kepada pers di Pekanbaru, Rabu (20/7).
Komentar Rivai itu dikeluarkan setelah sebelumnya Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mengungkapkan jika Polda Riau mementahkan proses penyidikan terhadap 11 perusahaan yang diduga membakar lahan pada 2015.
Menurut Rivai, 15 perusahaan yang tidak dapat ditingkatkan proses penyidikannya itu karena kekurangan alat bukti. Selain itu, mayoritas lahan yang terbakar merupakan lahan sengketa dengan masyarakat, meski dia tidak merinci perusahaan apa saja yang bersengketa itu.
Polda Riau pada 2015 lalu menangani 18 perusahaan yang diduga melakukan pembakaran lahan. Namun, hanya tiga kasus yang melibatkan PT Langgam Inti Hibrindo, PT Palm Lestari Makmur, PT Wahana Subur Sawit yang dinyatakan lengkap dan layak untuk dilanjutkan ke proses selanjutnya. Tiga perusahaan di atas telah sampai di pengadilan dan bahkan ada perusahaan yang dinyatakan inkrah meski diputus bebas, yakni PT Langgam Inti Hibrindo.
Sementara itu, 15 perusahaan lainnya yakni PT Bina Duta Laksana, PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia, PT Ruas Utama Jaya, PT Suntara Gajah Pati, PT Dexter Perkasa Industri, PT Siak Raya Timber, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam dan PT Rimba Lazuardi. Semuanya adalah perusahaan yang bergerak di Hutan Tanaman Industri (HTI), sedangkan tiga lainnya yakni PT Parawira, PT Alam Sari Lestari, PT PAN Uniter dan PT Riau Jaya Utama bergerak pada bidang perkebunan kelapa sawit.
Menurut Rivai, mayoritas perusahaan yang di SP3 tersebut bersengketa dengan lahan masyarakat sehingga mementahkan dua alat bukti yang sebelumnya dapat menjerat sebagai tersangka. Ia mengatakan, Polda Riau siap meladeni jika ada masyarakat atau lembaga yang berupaya melakukan praperadilan terkait SP3 kasus itu.