Karut-Marut Penyusunan RUU Cipta Kerja
Omnibus Law:

Karut-Marut Penyusunan RUU Cipta Kerja

Persoalan cara penyusunan Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini seharusnya menjadi perhatian dalam pembahasan di DPR. Atau menarik kembali draft RUU Cipta Kerja untuk diperbaiki terutama dari sisi prosedur penyusunan.

Oleh:
Rofiq Hidayat/Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

“Sudah sangat jelas ditentukan pembatalan perda hanya dapat dilakukan oleh MA melalui mekanisme hak uji materiil (HUM),” ujar Muhammad Imam Nasef kepada Hukumonline belum lama ini di Jakarta.   

 

Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai rumusan Pasal 170 RUU Cipta Kerja melanggar konstitusi, khususnya Pasal 20 ayat (1) Tahun UUD 1945. Pasal 20 ayat (1) UUD Tahun 1945 menyebutkan DPR memegang kekuasaan membentuk UUNorma Pasal 20 ayat (1) itu sangat jelas posisi DPR sebagai cabang kekuasaan legislatif sebagai pemegang kekuasaan pembentuk UU.

 

Menurutnya, materi muatan Pasal 170 RUU Cipta Kerja itu bentuk pengambilalihan kewenangan DPR oleh presiden (pemerintah pusat, red) dalam mengubah/merevisi UU dengan PP melalui Pasal 170 itu. “Sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, presiden tidak boleh mengerjakan sesuatu yang bertentangan dengan UUD Tahun 1945. Pengambilalihan kewenangan DPR oleh presiden ‘menabrak’, bahkan merusak konstitusi,” tegasnya. Baca Juga: Ubah UU dengan PP Dinilai Langgar Konstitusi

 

Senada, Peneliti Senior PSHK Muhammad Nur Sholikin menilai Pasal 170 RUU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945. Dia menerangkan materi muatan PP merupakan instrumen hukum untuk menjalankan UU. Dia merujuk Pasal 5 ayat (2) UUD Tahun 1945 yang menyebutkan Presiden menetapkan PP untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya.

 

Menurut dia, kedudukan PP ada dua. Pertama, PP kedudukannya di bawah UU lantaran undang-undangnya menentukan kebutuhan pembentukannya. Kedua, karena secara hierarki berbeda, maka materi muatan norma antara UU dan PP tak dapat disamakan. “PP memiliki jangkauan pengaturan lebih teknis dibandingkan dengan UU,” kata dia.

 

Dia melihat Pasal 170 RUU Cipta Kerja nampak mengambil alih kewenangan DPR dalam membentuk UU. Padahal, porsi kewenangan legislasi pasca reformasi melalui amandemen UUD 1945 lebih menitikberatkan ke DPR atau legislative heavy. Menurutnya, Pasal 170 RUU Cipta Kerja merusak prinsip dasar ketatanegaraan dan pembentukan peraturan perundang-undangan. Lolosnya norma ini menunjukkan ada persoalan mendasar di internal pemerintah dalam penyusunan RUU ini baik dari sisi prosedur maupun substansi.  

 

“Bagaimana mungkin norma semacam ini bisa diloloskan oleh Presiden dan diserahkan ke DPR untuk dibahas bersama? Bagaimana pertanggungjawaban Menteri Hukum dan HAM yang mempunyai tugas melakukan harmonisasi setiap RUU sesuai Perpres No. 87 Tahun 2014?”

Tags:

Berita Terkait