Kasum Desak Tim Penyelesaian pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Dibubarkan
Terbaru

Kasum Desak Tim Penyelesaian pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Dibubarkan

Dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Pembunuhan Aktivis HAM Munir Said Thalib menunjukkan ada keterlibatan mantan Wakil Kepala BIN, As’ad Said Ali yang saat ini ditunjuk sebagai anggota Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM berat.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Presiden No.17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu. Keppres yang sempat disebut Presiden Joko Widodo dalam, pidato kenegaraan 16 Agustus 2022 lalu diteken pada 26 Agustus 2022. Keppres tersebut merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah dalam upaya menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) mengatakan Keppres No.17 Tahun 2022 merupakan sarana cuci dosa para pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu. Itu dikarenakan konsep Keppres bermasalah dan membuktikan negara telah melakukan pembiaran terhadap pelaku pelanggaran HAM berat.

Salah satu Anggota Kasum, Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad, mengatakan komposisi tim tersebut diisi oleh orang yang memiliki rekam jejak pelanggaran HAM. Dari 12 susunan keanggotaan tim, salah satunya adalah mantan Wakil Kepala BIN, As’ad Said Ali. Mengacu dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir, Hussein mengatakan dalam persidangan Indra Setiawan (Direktur PT Garuda Indonesia pada saat kasus pembunuhan Munir) menjelaskan dirinya membuat surat penugasan karena Pollycarpus menunjukan surat perintah dari BIN yang diteken As’ad selaku Wakil Ketua BIN kala itu.

Isi surat yang diteken As’ad itu menurut Hussein meminta agar Pollycarpus ditugaskan sebagai petugas keamanan dengan alasan PT Garuda Indonesia adalah perusahaan vital dan strategis, sehingga keamanannya perlu ditingkatkan. Penunjukan orang yang diduga melakukan pelanggaran HAM sebagai anggota tim dinilai tak hanya bertentangan dengan standar dan mekanisme HAM. “Tapi juga menyerang akal dan menyakiti serta mempermainkan perasaan seluruh korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat di Indonesia,” kata Hussein ketika dikonfirmasi, Senin (24/9/2022).

Bagi Hussein, kebijakan ini semakin menjelaskan posisi pemerintah tidak memiliki kemauan politik untuk mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan kepada korban. Komnas HAM juga perlu bersikap karena tim ini mendelegetimasi Komnas HAM yang selama ini melakukan langkah yudikatif dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat.

Berlarutnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tak hanya menimbulkan penderitaan berkepanjangan bagi korban, tapi juga batu sandungan rekonsiliasi politik secara nasional bagi pemerintah. Penyelesaian harus dilakukan secara komprehensif yakni pengungkapan kebenaran dan proses yudisial.

Rekonsiliasi atau proses non yudisial yang pernah digagas beberapa kali oleh Pemerintah menurut Hussein harus didasarkan pada fakta atau pengungkapan kebenaran terlebih dahulu. Tanpa pengungkapan kebenaran maka rekonsiliasi atau proses non yudisial hanya sebagai cek kosong atau sarana impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu.

Kasum menuntut pemerintah setidaknya 4 hal. Pertama, membatalkan Keppres No.17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu demi kepentingan pemenuhan hak atas kebenaran dan keadilan bagi korban. Kedua, mendesak Presiden RI memerintahkan Jaksa Agung sebagai penyidik untuk segera menindaklanjuti hasil penyelidikan kasus pelanggaran HAM masa lalu dari Komnas HAM dengan melakukan penyidikan secara transparan, objektif, jujur, adil dan bertanggung jawab terhadap peristiwa Pelanggaran HAM Berat masa lalu.

Ketiga, meminta Presiden RI memastikan dan memberikan jaminan perlindungan kepada Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Pembunuhan Munir serta memastikan Tim Ad Hoc dapat mengakses semua hal yang berhubungan dengan kasus tersebut. Keempat, mendesak Komnas HAM bersikap tegas atas langkah presiden yang keliru dengan meminta presiden membatalkan Keppres dan kembali menempuh jalur yudisial yang selama ini sudah dilakukan oleh Komnas HAM.

Tags:

Berita Terkait