Kasus Advokat Hamburkan Uang di Kantor Polisi Perlu Mendapat Perhatian Kapolri
Utama

Kasus Advokat Hamburkan Uang di Kantor Polisi Perlu Mendapat Perhatian Kapolri

Karena banyak advokat mengalami hal serupa dimana ada oknum penyidik yang menyuruh klien untuk tidak menggunakan jasa advokat. Peristiwa ini seharusnya menjadi pembelajaran semua aparat penegak hukum.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Ketua Umum Peradi Rumah Bersama Advokat (Peradi RBA), Luhut MP Pangaribuan, menilai peristiwa itu tidak biasa dan tidak normatif. Sebab, biasanya jika ada keluhan atas pelayanan atau sikap penyidik salurannya adalah melalui laporan ke atasannya dan/atau divisi propam. “Tapi kenapa peristiwa yang seharusnya biasa itu tiba-tiba jadi luar biasa?”

Luhut melihat kasus ini mirip dengan konsep KPK menangani korupsi karena merupakan kejahatan luar biasa. Karena itu, pendekatannya harus menggunakan cara-cara yang luar biasa. Karena itulah, penyidik dan jaksa disatukan dalam lembaga KPK dengan segala kewenangannya yang bersifat khusus seperti penyadapan dan operasi tangkap tangan (OTT).

“Pertanyaannya apakah sang advokat yang bersangkutan mengalami? Jika ya, maka ini akibat dari suatu sebab yang luar biasa. Karena kewenangan polisi besar, maka ekses-ekses seperti itu menjadi suatu keniscayaan,” kata Luhut.

Menurut Luhut, subsistem tidak berjalan dengan baik karena dominasi kewenangan penyidik Polri. Hal itu yang memicu munculnya peristiwa tersebut. Dia mengakui secara biasa advokat itu tidak mencerminkan kode etiknya sebagai pribadi yang harus selalu normatif dan biasa.

Tapi, karena polisi tidak memberikan penghargaan kepada advokat yang bersangkutan dengan cara kliennya dipaksa untuk mencabut kuasa dari advokat itu. Hal seperti itu menjadi kejadian luar biasa sebagai keniscayaan dan timbul reaksi keras sekalipun tidak dibenarkan secara prosedur.

Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI), Luthfi Yazid, menyebut keributan antara seorang advokat dengan penyidik di Mapolsek Banyuwangi karena penyidik dianggap mengintervensi ruang lingkup kerja-kerja advokat. Kasus itu mestinya menjadi pelajaran sesama penegak hukum agar memiliki batasan kerja masing-masing.

Oleh karena itulah, batasan ruang kerja sesama penegak hukum harus diperkuat dalam revisi UU No.18 Tahun 2003. Tak hanya itu, hak imunitas advokat haruslah dipertegas dalam revisi UU 18/2003 nantinya. Dengan begitu, harga diri profesi advokat sebagai officium nobile tidak dipandang sebelah mata dan tak diperlakukan diskriminatif. “Ini semua harus diatur dalam revisi UU Advokat,” saran dia.

Tags:

Berita Terkait