Kasus Dugaan Korupsi Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Masuk Penyidikan
Terbaru

Kasus Dugaan Korupsi Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Masuk Penyidikan

Ada dua perusahaan yang tidak memenuhi syarat, tapi tetap diterbitkannya persetujuan ekspor. Ditengarai adanya tindak pidana gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan persetujan ekspor.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana. Foto: Istimewa
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana. Foto: Istimewa

Status perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor minyak goreng periode 2021-2022 resmi naik ke tahap penyidikan. Keputusan tersebut diambil tim penyidik setelah melakukan serangkaian pemeriksaan di tingkat penyelidikan beserta dokumen yang diperoleh penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung.

Tim jaksa penyidik pada Direktorat Penyidikan Jampidsus resmi menaikkan status penanganan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Tahun 2021-2022 menjadi tahap penyidikan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana melalui keterangannya, Selasa (5/4/2022) kemarin.

Kepastian naiknya ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-17/F.2/Fd.2/04/2022 tanggal 04 April 2022. Menurut Sumedana, tahap penyelidikan telah mendengar keterangan dari 14 orang saksi. Termasuk mendapatkan dokumen/surat terkait dengan pemberian fasilitas ekspor minyak goreng periode 2021-2022.

Baca:

Menurutnya, berdasarkan tahap penyelidikan, setidaknya ditemukan adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang perlu didalami lebih lanjut di tahap penyidikan. Dia menguraikan dugaan perbuatan melawan hukum tersebut. Pertama, diterbitkannya persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya, karena tidak memenuhi syarat Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).

Antara lain PT Mikie Oleo Nabati Industri (OI) dan PT Karya Indah Alam Sejahtera (IS) yang tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). Kedua, adanya kesalahan dengan tidak mempedomani pemenuhan kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri.  Alhasil, harga penjualan di dalam negeri melanggar batas harga yang ditetapkan pemerintah dengan menjual minyak goreng di atas DPO yang seharusnya.

Ketiga, ditengarai adanya tindak pidana gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan persetujuan ekspor. Menurut mantan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Bali itu, akibat diterbitkannya persetujuan ekspor yang bertentangan dengan hukum dalam kurun waktu 1 Februari sampai dengan 20 Maret 2022 berdampak terhadap mahalnya dan langkanya minyak goreng.

Tags:

Berita Terkait