Kasus Maria Pauline, Momentum Perbaikan Proses Penerbitan Letter of Credit
Berita

Kasus Maria Pauline, Momentum Perbaikan Proses Penerbitan Letter of Credit

Mencegah terjadinya kembali peristiwa serupa, perusahaan telah melakukan berbagai langkah evaluasi terhadap tata kelola layanan pemrosesan L/C, sehingga dapat menemukan modus yang digunakan pelaku.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Maria Pauline Lumowa (tengah). Foto: Kemenkumham.go.id
Maria Pauline Lumowa (tengah). Foto: Kemenkumham.go.id

Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah menangkap dan mengekstradisi Maria Pauline Lumowa, buronan pembobol kas Bank Negara Indonesia (BNI) dengan modus letter of credit (L/C) fiktif senilai Rp 1,7 triliun pada 2002-2003. Usaha penangkapan buronan tersebut melalui proses Panjang sselama 17 tahun tahun terakhir setelah melarikan diri ke Singapura pada September 2003 atau sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus bentukan Mabes Polri.

Menanggapi penangkapan tersebut, pihak BNI menyatakan dukungan upaya penegakan hukum dalam memberantas tindak pidana korupsi. Bank tersebut mengapresiasi keberhasilan aparat penegak hukum dan Instansi terkait lainnya dalam mengamankan Maria dari Beograd, Serbia. Sebab, Maria merupakan merupakan salah satu tersangka utama kasus Unpaid L/C tahun 2002-2003 yang selama ini masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) di Kepolisian Republik Indonesia dan Red Notice di Interpol NCB.

Direktur Human Capital dan Kepatuhan BNI, Bob T Ananta, berharap penangkapan dan ekstradisi buronan tersebut maka proses hukum dapat dilanjutkan hingga tuntas. Sehingga, tersangka juga dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai hukum dan ketentuan yang berlaku di Indonesia.

“Bagi BNI, dengan adanya proses hukum terhadap Sdri. MPL ini, maka berpotensi mendapatkan recovery untuk mengurangi kerugiannya perusahaan. BNI menghormati proses hukum yang berjalan dan siap membantu aparat penegak hukum dalam proses Hukum terhadap MPL, sehingga proses penegakan hukum dapat diselesaikan hingga tuntas,” ujar Bob, Kamis (9/7).

Dia menjelaskan untuk mencegah terjadinya kembali peristiwa serupa, perusahaan telah melakukan berbagai langkah evaluasi terhadap tata kelola layanan pemrosesan L/C, sehingga dapat menemukan modus yang digunakan pelaku.  Atas dasar evaluasi tersebut, terdapat beberapa langkah yang dilakukan, yaitu pengalihan kewenangan memutus transaksi L/C, yang pada awalnya berada pada Kantor Cabang Utama dialihkan ke Trade Processing Center (TPC) di Divisi Internasional atau dilakukan sentralisasi layanan pemrosesan transaksi trade di Kantor Pusat. (Baca: Ekstradisi, Awal Penegakan Hukum terhadap Maria Pauline Lumowa)

Selain itu, fungsi kantor cabang dalam layanan pemrosesan L/C ini pun berubah. Saat ini Kantor Cabang hanya berfungsi melakukan penerimaan permohonan transaksi trade dari nasabah, sedangkan keputusan transaksinya menjadi kewenangan Tim di Kantor Pusat. “Kini, prosesnya menjadi jauh lebih secure, baik bagi perusahaan maupun bagi nasabah, karena telah dilakukan digitalisasi layanan,” ujar Bob.

Saat ini, layanan pemrosesan L/C terus berkembang dan telah mendapat penghargaan dari institusi di luar negeri. Sejalan dengan ekspor Indonesia yang tengah digiatkan, BNI senantiasa berupaya untuk meningkatkan produk dan layanannya, tidak hanya pada bisnis trade finance, tetapi juga transaksi terkait seperti fasilitas pembiayaan, hingga cash management. Optimalisasi tersebut dilakukan melalui pengembangan platform Digital Banking yang mampu mengintegrasikan seluruh fitur jasa keuangan dari berbagai segmen, sesuai dengan kebutuhan nasabah.

Tags:

Berita Terkait