Kasus Salah Transfer, Penggunaan Pasal 85 UU Transfer Dana Harus Hati-hati
Terbaru

Kasus Salah Transfer, Penggunaan Pasal 85 UU Transfer Dana Harus Hati-hati

Pihak bank wajib membuktikan adanya kekeliruan transfer tersebut kepada penerima, di antaranya dengan menunjukkan adanya perintah transfer dana dari Pengirim Asal dan Penerima yang seharusnya menerima dana tersebut.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 6 Menit

Kewajiban tersebut tertuang di dalam Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) UU Transfer Dana yang secara tegas menyatakan bahwa, “Dalam hal Penyelenggara Pengirim melakukan kekeliruan dalam pelaksanaan Transfer Dana, Penyelenggara Pengirim harus segera memperbaiki kekeliruan tersebut melakukan pembatalan atau perubahan.” Ketentuan pada ayat ini, lanjut Ade,  menghendaki agar pihak Bank “segera memperbaiki kekeliruan” atas salah  transfer tersebut. Umumnya kata segera tersebut diartikan harus diperbaiki dalam batas waktu 2x24 jam. Aturan normatif pada ayat ini menghendaki agar pihak Bank sebagai penyelenggara transfer dana dalam menjalankan kegiatan transfer dana.

Selanjutnya pada ayat (2) disebutkan bahwa “Penyelenggara Pengirim yang terlambat melakukan perbaikan atas kekeliruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada Penerima.” 

Menurut Ade, norma dalam ayat ini penting untuk memberikan perlindungan bagi nasabah atas tindakan kekeliruan transfer dana yang dilakukan oleh pihak bank. Keberadaan kewajiban membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah menjadi penting agar bank sebagai penghimpun dana dari masyarakat senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyelenggaraan sistem transfer dana.

Di sisi lain, Ade yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Diponegoro Center for Criminal Law (DECRIM) menegaskan bahwa untuk dapat membuktikan adanya delik pada pasal 85 UU Transfer Dana dibutuhkan alat bukti yang ketentuan mengenai alat bukti dan pembuktiannya bersifat menyimpang dari KUHAP.

KUHAP telah menetapkan alat bukti yang dapat digunakan (bewijsmiddelen) untuk mengadili perkara pidana, termasuk perkara salah transfer dana. Berbagai alat bukti tersebut ada dalam Pasal 184 KUHAP antara lain keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Namun dalam Pasal 76 UU Transfer Dana terdapat perluasan jenis alat bukti dalam membuktikan adanya tindak pidana transfer dana berupa Informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau hasil cetaknya dalam kegiatan Transfer Dana. Selain itu, hal penting lain yang diatur dalam UU Transfer Dana adalah berkenaan dengan burden of proof atau bewijslast (pembagian beban pembuktian) yang menyimpang dari KUHAP.

Dalam hukum acara yang umum, lanjutnya, pembuktian kesalahan terdakwa menjadi tanggung jawab penuntut umum. Tetapi dalam UU Transfer Dana beban pembuktian menjadi kewajiban Bank yang diatur dalam Pasal 78 UU Transfer Dana yang berbunyi “Dalam hal terjadi keterlambatan atau kesalahan Transfer Dana yang menimbulkan kerugian pada Pengirim Asal atau Penerima, Penyelenggara dan/atau pihak lain yang mengendalikan Sistem Transfer Dana dibebani kewajiban untuk membuktikan  ada atau tidaknya keterlambatan atau kesalahan Transfer Dana tersebut”.

Tags:

Berita Terkait