Keadilan Restoratif, Lebih dari Sekedar Mengurangi Pengulangan Tindak Pidana
Utama

Keadilan Restoratif, Lebih dari Sekedar Mengurangi Pengulangan Tindak Pidana

Tujuan utama dari keadilan restoratif tidak lain dan tidak bukan adalah pencapaian keadilan yang seadil-adilnya bagi seluruh pihak yang terlibat tanpa hanya sebatas mengedepankan penghukuman.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit

Teori tersebut, bagi Burhanuddin dapat dipergunakan dalam memandang perkembangan masyarakat yang menghendaki adanya kebutuhan hukum masyarakat. Termasuk dalam hal hukum pidana. Dewasa ini mulai terjadi pergeseran dari paradigma pembalasan menjadi paradigma restorasi atau yang lebih dikenal sebagai paradigma keadilan restoratif (restorative justice) pada praktek penegakan hukum di Indonesia.

Pergeseran tersebut mulai terjadi tatkala terjadinya sejumlah peristiwa pidana ringan yang masih dilakukan persidangan untuk memperoleh putusan akhir. “Masyarakat tentu terusik dengan peristiwa-peristiwa tersebut dan masyarakat memandang bahwa aparat penegak hukum hanya melaksanakan bunyi UU. Namun, aparat penegak hukum tidak memberikan keadilan kepada masyarakat. Untuk itu, pertanyaan mendasar yang muncul adalah apakah keadilan dan kepastian hukum harus ditegakkan tanpa mempertimbangkan asas-asas kemanfaatan?”

Padahal, lanjutnya, kemanfaatan hukum memiliki nilai yang sepatutnya menyertai keadilan dan kepastian hukum. Dengan begitu sudah seyogyanya aparat penegak hukum dalam menegakkan nilai-nilai keadilan dan kepastian hukum juga dibarengi dengan pertimbangan nilai kemanfaatan.

Kejaksaan RI dalam hal ini memiliki kewenangan menjalankan fungsi berkaitan dengan kekuasaan kehakiman secara merdeka dari sisi peradilan pidana di Indonesia dan memainkan peran yang cukup sentral. Dalam Pasal 139 KUHAP jelas disebutkan, “Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan’.

“Dalam perkembangannya tuntutan penyelesaian perkara pidana yang sebelumnya mengutamakan penyelesaian melalui peradilan pidana, berubah menjadi humanis yang mengedepankan pemulihan keadaan seperti sebelum tindak pidana itu terjadi yaitu dengan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice.”

Dengan dimediasi aparat penegak hukum, restorative justice dilakukan melalui penyelesaian masalah yang melibatkan para pihak yang berperkara. Musyawarah digelar guna mencapai kesepakatan perdamaian yang diterima oleh semua lapisan masyarakat dan mengembalikan atau memperbaiki tatanan kehidupan masyarakat yang rusak karena perbuatan pidana yang telah dilakukan.

Burhanuddin menyampaikan tujuan utama dari keadilan restoratif tidak lain dan tidak bukan adalah pencapaian keadilan yang seadil-adilnya bagi seluruh pihak yang terlibat tanpa hanya sebatas mengedepankan penghukuman. Prosesnya melibatkan korban, pelaku, lingkungan sosial, lembaga peradilan, dan masyarakat. Sebab, prinsip dasar pelaksanaan keadilan restoratif yakni tindak pidana tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menyebabkan kerugian pada korban dan masyarakat.

Dengan demikian, pada setiap upaya menangani dampak yang ditimbulkan suatu tindak pidana menurut Jaksa Agung sudah semestinya melibatkan pelaku dan para pihak lainnya yang dirugikan. “Kami juga mendorong dan memberikan dukungan pada korban dan pelaku untuk menyelesaikan masalah hukum yang dihadapi,” kata dia.

“Pendekatan keadilan restoratif dalam penegakan hukum saat ini telah menjadi istilah yang populer dalam penegakan hukum di Indonesia. Kalangan akademisi, penegak hukum, praktisi memandang bahwa pendekatan restorative justice merupakan salah satu alternatif jawaban terhadap penegakan hukum di Indonesia. Nilai keadilan restoratif menurut hemat saya, lebih dari sekedar mengurangi pengulangan proses terjadinya korban tindak pidana,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait