Keadilan Terganggu Jika Tak Ada Mekanisme Penyelesaian Keluhan Adminduk
Disertasi Ilmu Hukum:

Keadilan Terganggu Jika Tak Ada Mekanisme Penyelesaian Keluhan Adminduk

Petugas belum mencatat kondisi apa adanya.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Sidang promosi terbuka doktor ilmu hukum Daly Erni di Fakultas Hukum UI Depok, Jum'at (18/1). Foto: MYS
Sidang promosi terbuka doktor ilmu hukum Daly Erni di Fakultas Hukum UI Depok, Jum'at (18/1). Foto: MYS

Reregulasi dalam pelayanan administrasi kependudukan dibutuhkan. Dalam konteks ini, reregulasi mengandung makna perubahan peraturan perundang-undangan menyangkut substansi norma, harmonisasi, dan pemanfaataan. Materi muatan perubahan harus mengandung tiga unsur penting yakni kemerdekaan, pemanfaatan yang paling menguntungkan bagi kelompok yang paling dirugikan, dan pilihan akses bagi individu.

Jika pemerintah ingin melakukan reregulasi administrasi kependudukan, yang utama diatur adalah mekanisme penyelesaian keluhan masyarakat atas layanan administrasi kependudukan. Sebab, penyelesaian keluhan itu merupakan syarat bagi terciptanya keadilan administratif dalam pelayanan kependudukan. Ketiadaan mekanisme dimaksud menyebabkan keluhan warga nyaris terabaikan dalam pengelolaan administrasi kependudukan. Yang paling tampak, misalnya, adalah ketidakadilan yang dialami oleh warga penghayat kepercayaan. Keyakinan mereka tidak diakomodasi dalam layanan kartu tanda penduduk, sampai akhirnya Mahkamah Konstitusi memutuskan sebaliknya.

Lewat putusan No. 97/PUU-XIV/2016, Mahkamah Konstitusi menegaskan kata ‘agama’ dalam 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan tidak konstitusional jika tidak dimaknai termasuk juga penghayat kepercayaan. Dengan kata lain, putusan itu mengakui penghayat kepercayaan dan identitas ini dicantumkan dalam data kependudukan. Penghayat kepercayaan akan diakomodasi dalam kolom ‘agama’ pada KTP.

(Baca juga: Kini, ‘Penghayat Kepercayaan’ Masuk Kolom Identitas Kependudukan).

Mempertahankan disertasi dalam sidang terbuka promosi doktor ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Jum’at (18/1), Daly Erni mengangkat tema ‘Keadilan Administrasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Bidang Administrasi Kependudukan di Indonesia’. Administrasi kependudukan berkaitan dengan peristiwa kependudukan seperti kelahiran, perkawinan, dan kematian. Akademisi kelahiran 13 Februari itu mencoba melihat keadilan administrasi dalam pelayanan kependudukan, yakni keadilan yang berada pada lingkup eksekutif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Daly, penyelenggaraan administrasi kependudukan di Indonesia belum memberikan keadilan. Ada inkonsistensi norma  baik legal maupun faktual, sehingga hak-hak masyarakat tertentu terabaikan. Setelah putusan Mahkamah Konstitusi terkait penghayat kepercayaan pun masih ada kekosongan hukum. Untuk mengatasi kekosongan hukum itu, diterbitkan antara lain Surat Edaran Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri No. 472.2/2/5876 tanggal 19 Mei 2017, disusul Surat Edaran Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama No. b.2674/DJ.III/KW00/9/2017 tanggal 28 September 2017. Surat Edaran ini menyinggung implikasi putusan Mahkamah Konstitusi terhadap pencatatan administrasi kependudukan.

Promovendus menaruh harapan pada masuknya revisi UU Administrasi Kependudukan dalam Program Legisasi Nasional (Prolegnas). Perubahan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menjadi UU No. 24 Tahun 2003, dan kini masuk Prolegnas lagi, menandakan dinamika kependudukan yang berkembang pesat.

Menurut Daly, bentuk penyelenggaraan administrasi kependudukan yang berkeadilan di masa mendatang bukan hanya keadilan yang fokus pada peraturan, proses dan prosdur penyelenggaraan, tetapi juga membuka akses pilihan pada setiap warga negara. Adanya peraturan mengenai proses dan prosedur seperti diatur dalam UU Administrasi Kependudukan dan peraturan pelaksananya baru tahap awal mencapai keadilan administrasi. Selanjutnya keadilan yang harus dicapai adalah melalui hasil. Apakah semua warga negara sudah mendapatkan KTP-elektronik, misalnya? Jika belum, maka keadilan administrasi belum tercapai.

(Baca juga: Risiko di Balik Kebebasan Korporasi Mengakses Data Kependudukan).

Berkaitan dengan data kependudukan, Daly Erni mengingatkan pentingnya sumber daya pengelola dan sistem informasi. Data kependudukan harus dikelola orang yang ahli terutama agar tidak terjadi kebocoran informasi. Data kependudukan adalah informasi yang bersifat rahasia, hanya bisa diketahui orang secara terbatas.

Tags:

Berita Terkait