Kebijakan dan Kesigapan Pemerintah Kunci Tangani Dampak Covid-19
Berita

Kebijakan dan Kesigapan Pemerintah Kunci Tangani Dampak Covid-19

Jika terjadi resesi, pertumbuhan ekonomi dipastikan minus.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Namun, perhitungan kemanusiaan semestinya harus lebih dikedepankan dibandingkan dengan kalkulasi ekonomi yang masih dapat ditanggulangi sejalan dengan pulihnya ekonomi masyarakat. “Saat ini belum ideal (paket stimulus ekonomi), sementara di negara lain itu sudah masif dilakukan bantuan kepada masyarakat, dan rata-rata dalam jumlah besar, massif dan dari sisi nilai dan coverage harus cepat dilakukan,” jelasnya.

 

Kedua, untuk menjaga daya beli masyarakat sebagai dampak perlambatan putaran roda ekonomi, pemerintah dituntut untuk dapat mengurangi beban biaya yang secara langsung dalam kendali pemerintah, di antaranya tarif dasar listrik, BBM, dan air bersih. Penurunan tarif listrik dan BBM tentu tidak akan terlalu membebani keuangan BUMN dan BUMD, mengingat harga minyak mentah yang turun ke kisaran $20 per barrel diperkirakan masih akan berlangsung lama sejalan dengan potensi resesi global.

 

Ketiga, kebijakan pemerintah yang melakukan relaksasi Pajak Penghasilan baik pekerja industri manufaktur (penghapusan PPh 21 selama enam bulan) ataupun pajak badan untuk industri manufaktur (pembebasan PPh Impor 22 dan diskon PPh 25 sebesar 30%) semestinya diperluas. Pasalnya, perlambatan ekonomi saat ini tidak hanya dirasakan oleh sektor industri manufaktur, tetapi juga sektor-sektor lainnya.

 

Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan relaksasi pajak seperti pemberian potongan pajak, percepatan pembayaran restitusi, dan penundaan pembayaran cicilan pajak kepada sektor-sektor lain, khususnya yang terkena dampak paling parah, seperti sektor transportasi dan pariwisata.

 

Keempat, upaya pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat bawah dengan memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan dan mengalami Pemutusan Hubungan Kerja, perlu didukung oleh kebijakan untuk menjamin kelancaran pasokan dan distribusi barang khususnya pangan.

 

Di saat seperti ini, potensi panic buying dan penimbunan sangat besar, sehingga pengamanan aspek distribusi perlu diperketat. Dalam situasi seperti ini, sebagaimana di Tiongkok, aparat militer dapat dioptimalkan dalam membantu penanganan korban dan pencegahan perluasannya, termasuk membantu proses pengamanan supply dan distribusi barang.

 

Kelima, penyaluran BLT juga perlu diikuti dengan ketepatan data penerima bantuan dan perbaikan mekanisme dan kelembagaan dalam penyalurannya sehingga dana BLT tidak salah sasaran dan diterima oleh seluruh masyarakat yang semestinya mendapatkannya. Ini belajar dari pengalaman penyaluran bantuan sosial selama ini yang belum terdistribusi secara merata khususnya bagi masyarakat yang justru membutuhkan.

Tags:

Berita Terkait