Kebijakan PSBB Harus Mendapat ‘Restu’ Pemerintah Pusat
Berita

Kebijakan PSBB Harus Mendapat ‘Restu’ Pemerintah Pusat

PP 21/2020 dan Keppres 11/2020 untuk menjaga keselarasan penanganan baik oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah guna agar pencegahan dan penanggulangan wabah Covid-19 lebih efektif.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Sesuai PP 21/2020 itu, PSBB harus memenuhi kriteria yakni jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah; terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain. PSBB meliputi: peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

 

“Karena itu, pemerintah daerah tak berwenang menetapkan kebijakan karantina wilayah atau PSBB sendiri. Pemerintah daerah harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan pemeritah pusat agar ada keseragaman kebijakan penanggulangan Covid-19,” lanjutnya.

 

“Terbitnya PP PSBB dan Keppres Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, pemerintah daerah tidak boleh membuat kebijakan yang bertentangan dengan peraturan yang dibuat pemerintah pusat.”

 

Mantan Ketua DPR periode 2014-2019 itu menambahkan pelaksanaan PP 21/2020 perlu bantuan Polri agar kebijakan ini dapat berjalan dengan penuh kesadaran masyarakat yang tinggi. Dia berharap melalui kebijakan penanggulangan Covid-19 ini dapat mengeliminasi penyebaran virus corona yang terus menyebar ke berbagai wilayah.

 

Perlu PP Karantina Wilayah

Terpisah, Koordinator Public Interest Lawyer Network (Pilnet) Indonesia Erwin Natosmal Oemar menyoroti terbitnya PP 21/2020 ini. Seperti, penetapan status darurat kesehatan ini secara tidak langsung membatalkan atau merevisi status darurat sipil yang diutarakan Presiden Joko Widodo sebelumnya.

 

Erwin menilai PP 21/2020 sebagai pelaksana UU 6/2018 itu belum cukup memadai. Sebab, pemerintah harus menerbitkan satu PP lagi tentang PP Karantina Wilayah sebagaimana amanat UU Kekarantinaan Kesehatan. Tak kalah penting, soal penegakan hukum terhadap potensi dan bahaya penyebaran Covid-19.

 

Karena itu, Menteri Kesehatan dan Jaksa Agung seharusnya memiliki standar operasional prosedur (SOP) yang sama, khususnya penegakan hukum/aturan disertai ancaman pidana sebagaimana disebutkan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan sebagai upaya kuratif terhadap pihak-pihak yang berpotensi dan membahayakan kesehatan masyarakat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait