Kebijakan PSBB Harus Mendapat ‘Restu’ Pemerintah Pusat
Berita

Kebijakan PSBB Harus Mendapat ‘Restu’ Pemerintah Pusat

PP 21/2020 dan Keppres 11/2020 untuk menjaga keselarasan penanganan baik oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah guna agar pencegahan dan penanggulangan wabah Covid-19 lebih efektif.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan menyebutkan, “Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.

 

Paling rasional

Deputi IV Kantor Staf Presiden Juri Ardiantoro mengatakan alasan Presiden Joko Widodo menempuh kebijakan PSBB paling rasional dalam penanganan Covid-19 dibanding sejumlah usulan sejumlah pihak. Selain itu, terdapat pertimbangan pengamatan terhadap warga negara dan karakteristik bangsa yang terdiri dari sejumlah pulau serta jumlah penduduk dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.

 

Dia mengakui sebelum terbitnya PP 21/2020, kebijakan PSBB telah berjalan. Namun Presiden melalui PP ini menginginkan pelaksanaan PSBB dapat berjalan lebih efektif. Dengan begitu, PP 21/2020 menjadi payung hukum bagi pemerintah dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengambil kebijakan pembatasan arus barang, orang, serta kegiatan lain.

 

Menurutnya, pemerintah daerah dapat menerapkan kebijakan tersebut sepanjang usulan ini disetujui Menteri Kesehatan. Nantinya, jika pemerintah daerah mengusulkan PSBB bakal dikaji terlebih dahulu. Setelah Menteri Kesehatan menyetujui (karena memenuhi kriteria/syarat, red), pemerintah dapat menetapkan kebijakan PSBB pada satu daerah tertentu. 

 

“Dengan PP ini, tidak semua daerah dapat menerapkan pembatasan sosial berskala besar karena harus melalui pertimbangan banyak hal,” katanya.

Tags:

Berita Terkait