Kebijakan Simplifikasi Tarif Cukai Rokok Berpotensi Oligopolistik
Berita

Kebijakan Simplifikasi Tarif Cukai Rokok Berpotensi Oligopolistik

Pemerintah diminta melakukan kajian mendalam terkait kebijakan cukai rokok.

Oleh:
Fitri N. Heriani
Bacaan 2 Menit
Kebijakan Simplifikasi Tarif Cukai Rokok Berpotensi Oligopolistik
Hukumonline

Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok laki-laki terbesar di dunia. berdasarkan data yang dihimpun dari World Health Organization (WHO), jumlah perokok laki-laki di Indonesia menyumbang 67 persen dari total perokok laki-laki di dunia. Bahkan The Tobacco Atlas menyatakan ada 53,7 juta perokok dewasa dan 2,6 juta perokok muda aktif di Indonesia.

 

Di satu sisi, angka ini menunjukkan konsumsi rokok di Indonesia sangat besar. Pemerintah tentu tak bisa menghentikan produksi rokok demi alasan kesehatan semata, karena di sisi lain ada sektor industri rokok dan tenaga kerja yang akan langsung terkena dampak jika pemerintah menutup pabrik rokok.

 

Salah satu langkah yang masuk akal dilakukan Pemerintah adalah mengendalikan konsumsi rokok melalui cukai. Dampak buruk rokok terhadap kesehatan ditampilkan di bungkus-bungkus rokok. Bahkan, Pemerintah memberikan batasan iklan rokok, membuat roadmap kenaikan cukai rokok, dan aturan impor tembakau. Ini sebagian dari upaya Pemerintah mengendalikan konsumsi rokok di Indonesia.

 

Dalam kebijakan terbaru cukai rokok, Menteri Keuangan Sri Mulyani (Menkeu) mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Tarif cukai ditetapkan sebesar 10,04 persen dengan mempertimbangkan kesehatan, menekan rokok ilegal, sektor ketenagakerjaan petani tembakau dan buruh rokok, serta peningkatan pendapatan negara. Pemerintah juga melakukan pembatasan produksi rokok dalam satu tahun.

 

PMK ini akan melakukan simplifikasi tarif cukai. Saat ini, Indonesia memiliki 10 jenis rokok yang beredar di pasaran, yakni Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM), Sigaret Kretek Tangan (SKT), Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF), Sigaret Putih Tangan (SPT), Sigaret Putih Tangan Filter (SPTF), Sigaret Kelembak Kemenyan (KLM), Cerutu (CRT), Rokok Daun atau Klobot (KLB), dan Tembakau Iris (TIS). Dari sepuluh jenis rokok tersebut, Pemerintah menetapkan delapan golongan berdasarkan skala pabrik rokok. Penggolongan ini bertujuan untuk menetapkan tarif cukai rokok.

 

Hukumonline.com

 

Melalui simplifikasi, Pemerintah akan membagi golongan pabrik rokok menjadi lima pada 2020 mendatang. Berdasarkan Pasal 17 dan 18 PMK, struktur tarif cukai diperoleh dari jumlah strata tarif cukai hasil tembakau untuk jenis SKM, SKT, dan SPM berdasarkan jenis hasil tembakau, golongan pengusaha pabrik, dan batasan harga jual eceran. Penyederhanaan dilakukan untuk optimalisasi penerimaan cukai hasil tembakau, meningkatkan kepatuhan pengusaha, dan penyederhanaan sistem administrasi cukai. Penyederhanaan itu dilakukan secara bertahap selama periode 2018-2021.

 

(Baca juga: Importir Minta Permenkeu Bea Masuk Barang Impor Direvisi, Ini Alasannya!)

 

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kodrat Wibowo mengingatkan potensi pelanggaran. Ia mengingatkan simplifikasi tarif cukai rokok berdampak kepada perusahaan berskala kecil. Misalnya, untuk rokok golongan 2 akan dirugikan oleh aturan volume mergering yang dicantumkan dalam Pasal 3 PMK. Pabrikan kecil terpaksa melakukan konsolidasi, seperti menurunkan produksi atau pengurangan jumlah tenaga kerja, atau bahkan gulung tikar karena tidak mampu berkompetisi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait