Kedudukan Sita Umum dan Sita Pidana dalam Tindak Pidana Korupsi
Terbaru

Kedudukan Sita Umum dan Sita Pidana dalam Tindak Pidana Korupsi

Sita umum bertujuan untuk menghentikan atau membekukan segala perbuatan hukum yang berhubungan dengan harta kekayaan debitur pailit, sementara sita pidana bertujuan untuk kepentingan pembuktian.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit

 

Sita Pidana dalam Tindak Pidana Korupsi

Sebagai narasumber ketiga, Jaksa Fungsional pada JAMPIDSUS Kejaksaan Agung, Kemas Abdul Roni, S.H., M.H. memaparkan, sita pidana dalam tindak pidana korupsi (TPK) berpedoman kepada UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam hal ini, sita pidana ditujukan untuk kepentingan pembuktian; dan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.

 

Benda yang dikenakan penyitaan akan dikembalikan kepada orang atau pihak yang paling berhak dengan beberapa syarat, seperti tidak lagi diperlukan untuk kepentingan penyidikan/penuntutan; tidak cukup bukti/bukan tindak pidana; serta perkara tersebut dikesampingkan/ditutup demi hukum.

 

Roni menjelaskan, dalam TPK sita pidana ini berperan penting, terutama dalam upaya menyelamatkan uang negara (pengembalian kerugian negara), akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan tersangka. Namun, tersangka dapat mengajukan praperadilan berdasarkan Pasal 77 KUHAP Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 yang memperluas objek praperadilan, termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.

 

Di sisi lain, jika ada harta benda pihak ketiga yang beriktikad baik dan ikut tersita, pihak ketiga dapat mengajukan surat keberatan pada pengadilan berdasarkan Pasal 19 UU Tipikor.  

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Kampus Jakarta.

Tags: