“Seharusnya sebelum memutuskan Perppu, harus menilai ulang pelaksanaan UU Anti Terorisme yang sudah ada,” katanya.
Fikri menilai ada keanehan bahwa bahan-bahan pembuatan bom yang ditemukan di kediaman para terduga pelaku cukup mudah dibeli. “Nah bagaimana mekanisme pengawasan terkait bahan yang cukup mudah dibeli itu?” ujarnya.
Bagi Fikri, saat ini masyarakat digiring pada narasi situasi yang berbahaya namun evaluasi upaya pencegahan sebelumnya justru tidak transparan. “Dulu pelaku pemboman di Thamrin kan mantan napi terorisme, sudah pernah ditahan, lalu bagaimana pengawasannya?” ujarnya.
Mewakili sikap KontraS, Fikri mengatakan semua pihak sangat sepakat bahwa tindak pidana terorisme adalah kejahatan dan pelanggaran HAM. “Tapi jangan sampai penyelesaiannya selalu ada di pengesahan RUU Anti Terorisme, bagaimana evaluasi upaya pencegahan oleh Pemerintah sejauh ini? Sinergi BNPT, Densus, dan intelijen,” pungkasnya.