Kejagung Tindak Jaksa-Jaksa Nakal, Ada yang Pelaku Poliandri
Berita

Kejagung Tindak Jaksa-Jaksa Nakal, Ada yang Pelaku Poliandri

Komisi III menilai kinerja pengawasan Kejagung belum memuaskan, Jaksa Agung diminta menunjukan sikap konsisten.

Oleh:
Rzk
Bacaan 2 Menit
Kejagung Tindak Jaksa-Jaksa Nakal, Ada yang Pelaku Poliandri
Hukumonline

 

Telah dibentuk juga Majelis Kehormatan Jaksa (MKJ) terhadap tujuh jaksa yang dijatuhi hukuman pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. Empat diantaranya telah siap disidangkan, tiga masih menunggu, tambahnya.

 

Empat yang telah siap disidangkan antara lain Kepala Sub Seksi (Kasubsi) Penuntutan pada Kajari Waikabubak dengan inisial RB, jaksa fungsional pada Kajati Sumatera Barat dengan inisial SW, jaksa fungsional pada Kejaro Poso dengan inisial DOP, dan jaksa fungsional pada Cabang Kejaksaan Negeri Tarutung dengan inisial CD.

 

Jaksa poliandri

Data yang dibeberkan Hendarman ternyata bukan yang paling mutakhir. Hal tersebut terungkap ketika hukumonline mencoba mengkonfirmasi ke Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) M. S. Rahardjo. Dia mengatakan semua MKJ telah terbentuk, termasuk untuk tiga jaksa yang menurut pemaparan Jaksa Agung masih menunggu proses MKJ. Tiga jaksa tersebut antara lain NH (Kasubsi Penuntutan Kejari Banjar), DHN (jaksa fungsional Kejari Pematang Siantar), dan BJ (jaksa fungsional pada Jampidsus).

 

Lebih lanjut, Rahardjo menjelaskan kesalahan para jaksa yang akan dijatuhi sanksi beragam, mulai dari aspek kinerja sampai dengan kesusilaan. DHN, misalnya, terancam dijatuhi sanksi berat karena diduga mengabaikan ketentuan penanganan perkara yang berlaku, seperti melakukan registrasi dan melaporkan kepada pimpinan.

 

Sementara, NH terancam dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat karena diduga melanggar UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. NH yang berjenis kelamin wanita ini diduga telah menjalankan poliandri alias memiliki lebih dari satu suami. Kalau tidak resmi bisa dibilang begitu, tetapi saat ini masih dalam pengkajian kami secara intensif, tukasnya.

 

Beberapa MKJ, menurut Rahardjo, telah mulai melakukan pembahasan kasus yang mereka tangani masing-masing. Biasanya dua bulan selesai sudah bisa disampaikan ke Jaksa Agung, prosesnya tidak lama kok, jawab Rahardjo ketika ditanyakan tentang target penyelesaian.

 

Belum memuaskan

Langkah galak Kejagung ternyata tidak cukup mengesankan buat Komisi III. Trimedya Panjaitan, Ketua Komisi III, mengatakan walaupun cukup banyak pejabat kejaksaan yang ditindak, tetapi rapor pengawasan Kejagung dinilai belum cukup memuaskan. Buktinya, masih banyak laporan dari para anggota Komisi III tentang jaksa-jaksa nakal yang belum kunjung ditindak.

 

Dalam Raker, sejumlah anggota Komisi III memang memaparkan pengalaman atau laporan yang mereka terima terkait jaksa-jaksa bermasalah. Ahmad Fauzi, misalnya, melaporkan kelakuan Kajari Nganjuk Agus Prasetyo yang diduga melakukan pemerasan terhadap tersangka kasus Unitomo sebesar Rp150 juta. Sementara, Eva Sundari membeberkan kelakuan Kajati Jabar yang seringkali menghentikan perkara dengan alasan tidak jelas.

 

Secara umum, kinerja jaksa-jaksa di daerah masih menyedihkan. Jaksa-jaksa nakal seperti ini sudah tidak jaman lagi, tegas Fauzi. Sementara itu, Eva berharap penindakan terhadap jaksa nakal tidak hanya berhenti pada pemberian sanksi kelembagaan, tetapi juga diusut apabila ada unsur tindak pidananya.

 

Dinilai tidak memuaskan, Trimedya berharap Jaksa Agung meningkatkan kinerja pengawasannya. Dia menuntut konsistensi Jaksa Agung membersihkan internal Kejaksaan dari jaksa-jaksa bermasalah. Dalam kerangka upaya pembaruan Kejaksaan, langkah Jaksa Agung masih berat dan tidak sesederhana itu, pungkasnya. 

Tekad Hendarman Supandji ketika pertama kali menerima jabatan Jaksa Agung, untuk membersihkan lingkungan kejaksaan dari jaksa-jaksa nakal ternyata bukan main-main. Dalam Rapat Kerja dengan Komisi III (24/9), Hendarman yang resmi menjabat Jaksa Agung pada bulan Mei 2007 lalu, memaparkan secara terperinci langkah-langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menerapkan sistem reward and punishment (penghargaan dan hukuman) terhadap para jaksa.

 

Selama tahun 2007 ini saja, Kejagung telah melakukan mutasi sebanyak 502 pegawai Kejaksaan yang tersebar pada empat tingkat eselon mulai dari Eselon IIIB sampai dengan Eselon IIA. Selain itu, Hendarman menginformasikan sejak bulan Januari 2007 sampai September 2007, Kejagung telah memberikan reward berupa promosi jabatan kepada 23 jaksa yang dinilai berprestasi dalam penyelesaian penanganan perkara.

 

Sementara, untuk punishment, Kejagung telah menjatuhkan disiplin kepada 52 jaksa yang terbukti melakukan perbuatan tercela. Hendarman mengatakan penjatuhan sanksi tidak hanya menjerat jaksa-jaksa biasa, tetapi juga para pejabat di Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) yang dijatuhi sanksi disiplin berat berupa pembebasan jabatan struktural. Pejabat yang dimaksud terdiri dari satu Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), satu Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati), satu asisten Kejari, dan delapan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari).

Rincian Penjatuhan Sanksi

Internal Kejaksaan 2007

Jeni Hukuman

Jumlah

Ringan

4

Sedang

19

Berat

29

Total

52

Sumber: Bahan Raker Jaksa Agung-Komisi III

 

Mengacu pada PP No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS, sanksi disiplin ringan terdiri dari tegoran lisan, tegoran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis. Sanksi disiplin sedang terdiri dari penundaan kenaikan gaji berkala, penurunan gaji, dan penundaan kenaikan pangkat. Sementara sanksi disiplin berat terdiri dari penurunan pangkat, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, dan pemberhentian tidak dengan hormat.

Halaman Selanjutnya:
Tags: