Kejahatan Berbahasa yang Penegak Hukum Perlu Tahu
Utama

Kejahatan Berbahasa yang Penegak Hukum Perlu Tahu

Berbahasa menjadi kejahatan hanya jika dilarang atau diberi sanksi oleh hukum pidana.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit
Suasana Pelatihan Linguistik Forensik yang digelar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia pada 15-16 Februari 2023. Foto: NEE
Suasana Pelatihan Linguistik Forensik yang digelar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia pada 15-16 Februari 2023. Foto: NEE

Bahasa bisa menjadi salah satu pokok perkara atau alat bukti perkara. Penjelasan itu diungkapkan Frans Asisi Datang, Pakar Linguistik Forensik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Frans adalah satu dari segelintir linguis Indonesia yang menguasai penerapannya untuk keperluan forensik.

“Terutama untuk makian, paling penting memperhatikan konteks budaya,” kata Frans kepada Hukumonline. Ia mengatakan agar penegak hukum berhati-hati memahami konteks budaya dalam kejahatan berbahasa.

Frans memastikan bahwa konteks budaya tidak bisa lepas dari bahasa yang merupakan produk budaya. Oleh karena itu, baik bahasa yang menjadi objek perkara maupun alat bukti perkara tidak bisa hanya mengandalkan asumsi umum berbahasa.

Frans rutin menjadi ahli bahasa di persidangan dan instruktur pelatihan linguistik forensik. Misalnya, bulan Februari lalu Frans dan beberapa rekannya menjadi salah satu narasumber di Pelatihan Linguistik Forensik oleh Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Baca Juga:

The Oxford Handbook of Language and Law menjelaskan apa yang dimaksud sebagai kejahatan berbahasa. Peter M.Tiersma dan Lawrence M.Solan menjelaskan secara sederhana bahwa language crimes are all about illegal speech acts. Artinya, tindakan bertutur dengan cara tertentu menjadi kejahatan hanya jika dilarang atau diberi sanksi oleh hukum pidana. Tuturan berbahasa itu bisa saja dengan cara lisan atau tulisan.

Frans menyebut kejahatan berbahasa berdasarkan sarananya bisa dilakukan melalui lisan atau tulisan secara langsung dan bisa juga melalui teknologi informasi. Kunci penting yang harus dibuktikan adalah makna tuturan dan niat tuturan yang diungkapkan pelakunya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait