Kekalahan Praperadilan, KPK Mesti Gunakan Upaya Hukum Maksimal
Berita

Kekalahan Praperadilan, KPK Mesti Gunakan Upaya Hukum Maksimal

Sebagian besar, KPK memenangkan praperadilan. Kekalahan pun menjadi evaluasi KPK. Putusan praperadilan tak dapat diajukan PK.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi praperadilan. Foto: BAS
Ilustrasi praperadilan. Foto: BAS
Beberapa kali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalami kekalahan terhadap upaya praperadilan khususnya mengenai sah tidaknya penetapan seseorang sebagai tersangka. Kekalahan KPK mestinya menjadi evaluasi panjang agar ke depan keputusan KPK dalam memproses hukum seseorang sehingga tidak ada celah dipraperadilankan.

Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman mengatakan dari sejumlah kasus yang dipraperadilankan sejak 2005, setidaknya KPK mengalami empat kali menelan pil kekalahan. Proses hukum yang dilakukan KPK pun menjadi pertanyaan terkait kemungkinan adanya kesalahan. “Kalau tidak, kenapa tidak mengajukan upaya hukum lain,” ujarnya dalam rapat kerja dengan KPK di Gedung DPR, Rabu (15/6).

Upaya hukum tersebut, kata Benny, sebagai bentuk menjaga integritas dan kredibilitas lembaga KPK. Sebaliknya, bila tidak menempuh upaya hukum, KPK mesti mengakui kesalahannya ke publik. Sebagai sebuah lembaga yang diisi oleh manusia, kesalahan masih bisa terjadi di tubuh KPK. Untuk itu, ia meminta KPK agar fair ketika melakukan kesalahan kemudian mengakuinya ke publik.

“Bahwa KPK mengerjakan ini bukan malaikat. Jangan sudah salah masih bilang ada fight back. Jadi kalau salah akui kesalahan, bukan berarti mencari kesalahan. KPK harus tegak,” ujarnya.

Anggota Komisi III Arsul Sani mengatakan terhadap putusan praperadilan memang tak dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi. Namun, lanjut Arsul, dari hasil rapat kamar pidana Mahkamah Agung (MA) menyatakan, bahwa dimungkinkan putusan praperadilan dapat diajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK). Sayangnya, langkah upaya hukum luar biasa PK belum ditempuh KPK.

Meski begitu, Arsul mendorong agar KPK memaksimalkan upaya hukum lain terhadap putusan praperadilan. Misalnya, dengan menggunakan pendekatan langkah hukum sebagai koreksi terhadap putusan praperadilan. “Ini yang belum pernah dicoba KPK. Ini harusnya dipergunakan,” ujar politisi PPP itu.

Anggota Komisi III Junimart Girsang menyayangkan kekalahan praperadilan yang dialami KPK. Ia menilai KPK mesti memperkuat keputusan hukum yang dibuat mulai penangkapan, penggeledahan hingga penetapan tersangka, agar tak ada celah dipraperadilan para tersangka korupsi. “KPK kan selama ini lembaga yang bekerja dengan baik, orang selalu terbukti bersalah di pengadilan,” ujarnya.

Ketua KPK Agus Raharjo mengatakan empat kali kekalahan dala upaya praperadilan menjadi evaluasi lembaga antikorupsi tersebut. Menurutnya, sejak 2004 hingga 2016 sebanyak 57 kali KPK mengalami upaya hukum praperadilan. Hasilnya, empat kali mengalami kekalahan. Sedangkan di periode 2015 terdapat 25 perkara. Dari 25 perkara praperadilan yang dimohonkan pemohon terhadap KPK, setidaknya 22 perkara dimenangkan KPK.

“Tiga perkara tidak menang terkait perkara Pak BG (Budi Gunawan,), Pak HP (Hadi Purnomo), dan IAS (Ilham Arief Sirajuddin),” ujarnya.

Sementara di periode 2016 hingga per bukan Juni, KPK mendapat 10 gugatan praperadilan. Sayangnya, KPK hanya memenangkan delapan. Sementara satu perkara, KPK mengalami kekalahan. Sementra satu perkara praperadilan lainnya masih berproses. Agus menilai dari rentetan itulah KPK secara umum masih masih banyak memenangkan perkara praperadilan.

“Jadi persentase menang itu tingi sekali. Tapi kekalahan menjadi evaluasi bagi kami agar penuntutan disertai dengan fakta akurat dan tidak terbantahkan agar kami tidak kalah lagi di  praperadilan,” ujarnya.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menambahkan khusus putusan praperadilan yang dimohonkan Hadi Purnomo, pihaknya memang kala itu sedang melakukan PK. Dengan begitu, KPK tengah menunggu putusan PK dari MA. Sayangnya, di saat menunggu putusan PK, MA mengeluarkan keputusan yang isinya praperadilan tak dapat diajukan PK.
Tags:

Berita Terkait