Kekerasan yang dilakukan Polri di Papua menurut catatan KontraS terdapat 29 peristiwa. Periode Januari-Juli 2022 setidaknya ada 118 korban dari warga sipil di berbagai wilayah seperti Yahukimo, Mimika, Jayapura, Nabire, Timika, Wamena, Sorong dan Paniai. Dari ratusan korban, 3 diantaranya meninggal dunia dan jenis kekerasannya meliputi pembubaran paksa, penangkapan sewenang-wenang, penganiayaan, intimidasi dan penembakan.
Koalisi menegaskan bermacam peristiwa kekerasan yang terjadi di Papua secara tegas dan jelas membuktikan pendekatan keamanan tidak menyelesaikan akar masalah. Fatia mengingatkan hasil kajian LIPI mencatat setidaknya ada 4 akar persoalan yakni kegagalan pembangunan, marjinalisasi dan diskriminasi orang asli Papua, pelanggaran HAM, serta sejarah dan status politik wilayah Papua.
“Sayangnya, identifikasi empat akar masalah tersebut tidak ditindaklanjuti dengan mengupayakan cara-cara damai berupa pendekatan dialog,” urai Fatia.
Koalisi yang terdiri dari KontraS, Imparsial, PBHI Nasional, YLBHI, LBH Jakarta, LBH Pos Malang, LBH Masyarakat, SETARA Institute, Amnesty International Indonesia, Public Virtue Institute, ICW, Elsam, HRWG, ICJR, LBH Pers, WALHI, Centra Initiative itu merekomendasikan 3 hal. Pertama, mendesak Presiden Joko Widodo untuk menghentikan pendekatan militeristik dalam menyelesaikan konflik di Papua. Pendekatan keamanan terbukti tidak berhasil menyelesaikan masalah dan meningkatkan berbagai peristiwa pelanggaran HAM.
Kedua, Panglima TNI segera memberhentikan secara tidak hormat kepada seluruh prajurit TNI yang diduga terlibat dalam peristiwa kekerasan dan Pelanggaran HAM. Ketiga, Kapolri segera melakukan proses penyelidikan dan penyidikan dalam peristiwa kekerasan yang terjadi secara tuntas, tidak terkecuali kepada para prajurit TNI yang terlibat. Serta memberikan akses hukum dan informasi seluas-luasnya kepada para keluarga korban terkait proses hukum yang sedang berjalan.