Kelebihan dan Kekurangan Buku Terbaru Prof Topo di Mata Hakim Agung dan Jaksa
Terbaru

Kelebihan dan Kekurangan Buku Terbaru Prof Topo di Mata Hakim Agung dan Jaksa

Seperti kurangnya memuat putusan Mahkamah Agung. Tapi buku ini bisa menjadi rujukan dalam menjawab berbagai tantangan di bidang hukum secara teori dan praktik. Termasuk sebagai acuan penuntut umum dalam membuat dakwaan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Narasumber dalam diskusi peluncuran buku berjudul 'Asas-Asas Hukum Pidana' karya Prof Topo Santoso, Kamis (2/3/2023). Foto: ADY
Narasumber dalam diskusi peluncuran buku berjudul 'Asas-Asas Hukum Pidana' karya Prof Topo Santoso, Kamis (2/3/2023). Foto: ADY

Setelah lebih dari 2 tahun akhirnya Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Topo Santoso, berhasil menerbitkan buku terbarunya berjudul Asas-Asas Hukum Pidana. Buku itu mengulas tak hanya dasar-dasar hukum pidana, tapi juga KUHP Nasional, dan putusan pengadilan. Berbagai kalangan mengapresiasi buku termasuk aparat penegak hukum.

Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) Prof Surya Jaya, mengatakan tidak mudah untuk menulis buku. Tercatat sampai saat ini Prof Topo sudah menghasilkan 26 buku. Buku paling anyar itu, menurut Prof Surya dapat menjadi rujukan dan semoga mampu menjawab berbagai persoalan atau tantangan di bidang hukum baik secara teori dan praktik.

“Setelah membaca buku ini saya tertarik dengan beberapa bahasan. Buku ini membahas secara komprehensif dan menyesuaikan perkembangan yang ada saat ini,” ujarnya dalam acara peluncuran buku bertema Asas-Asas Hukum Pidana, Kamis (02/03/2023).

Baca juga:

Kendati mengapresiasi buku tersebut, tapi Prof Surya menyoroti beberapa hal yang perlu disempurnakan. Misalnya, buku tersebut kurang banyak memuat putusan Mahkamah Agung (MA). Yurisprudensi penting untuk perkembangan pidana ke depan. Dalam negara yang menggunakan sistem hukum common law seperti Amerika Serikat (AS), putusan pengadilan menjadi sumber hukum.

Praktiknya di Indonesia putusan hukum di berbagai pengadilan bisa berbeda dan ujungnya di tingkat Mahkamah Agung bakal mengoreksi jika ada putusan yang bertentangan dengan yurisprudensi. Hukum pidana terus berkembang tapi masih tertinggal dari kebutuhan masyarakat modern yang demokratis. Begitu juga KUHP yang baru diterbitkan, jangan sampai hukum pidana hanya menjadi alat kekuasaan. Berbagai hal itu tidak dijelaskan dalam buku karya Prof Topo terbaru karena itu masuk dalam ranah politik hukum pidana.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin itu berharap, dalam buku itu Prof Topo mengkritisi Pasal 37 KUHP tentang penerapan strict liability dalam hukum pidana. Dia berpendapat strict liability membahayakan penegakan hukum pidana di Indonesia karena orang bisa dihukum tanpa memperhatikan lagi kesalahan. Salah satu contohnya adalah UU Lalu Lintas.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait