Keluarkan RUU PKS, DPR Dinilai Tak Peka Terhadap Korban Kekerasan Seksual
Berita

Keluarkan RUU PKS, DPR Dinilai Tak Peka Terhadap Korban Kekerasan Seksual

Padahal, RUU PKS sangat ditunggu-tunggu masyarakat sebagai bentuk perlindungan negara terhadap korban kekerasan seksual yang sudah pernah dibahas DPR periode sebelumnya.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pembahasan RUU. Hol
Ilustrasi pembahasan RUU. Hol

Setelah resmi Badan Legislasi (Baleg) menyetujui usulan Komisi VIII mengeluarkan RUU Pengapusan Kekerasan Seksual dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020, DPR menuai kecaman dari berbagai kelompok pegiat anti kekerasan seksual. DPR dinilai tidak peka terhadap kepentingan korban kekerasan seksual yang kerap dialami kalangan perempuan.

“Pencabutan RUU PKS dari Prolegnas makin memperlihatkan DPR tidak punya kepekaan terhadap korban. DPR seharusnya peka terhadap jeritan korban yang sudah mengalami kekerasan seksual,” ujar Koordinator Komite Pemilih (TePI) Indonesia, Jerry Sumampaw dalam konferensi pers Gerakan untuk Indonesia Adil dan Demokratis (GIAD), Kamis (2/6/2020). GIAD terdiri dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat menyikapi nasib RUU PKS di DPR secara virtual.  

Jerry mengaku tak habis pikir dengan sikap DPR yang mencabut RUU PKS dari daftar Prolegnas Prioritas 2020. Padahal RUU PKS merupakan warisan dari DPR periode 2014-2019. Dia menilai DPR memiliki dua kali rekor yakni tak mampu membahas RUU PKS. Di awal periode, DPR periode 2019-2024 malah sudah menunjukan ketidakmampuannya dalam fungsi legislasi terkait hajat hidup orang banyak

“DPR yang baru saja sudah tidak sanggup. Ini peristiwa demokrasi menyedihkan setelah pandemi Covid-19,” kata dia. (Baca Juga: Pentingnya Melanjutkan Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual)

Dia meyayangkan ketidakmampuan DPR membahas dan merampungkan RUU PKS. Padahal, DPR memiliki kewenangan yang besar untuk melaksanakan fungsi legislasi. Para pakar di bidang keilmuan masing-masing pun dapat dimintakan bantuan dan pendapatnya untuk merumuskan dan membahas RUU PKS secara baik.

Jerry mengaku khawatir dengan kinerja DPR periode 2019-2024 lantaran di tahun pertama sudah menunjukan kinerja yang menurun. Dampaknya kepercayaan masyarakat terhadap para wakil rakyat bisa semakin menurun. “Sebenarnya tak ada alasan DPR untuk mengelak tidak menuntaskan RUU PKS. DPR seharusnya mampu mengakomodir kepentingan para korban kekerasan,” katanya.

Manajer Riset Sekretariat Nasional (Seknas) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Baidul Hadi menilai penarikan RUU PKS dari Prolegnas Prioritas 2020 merupakan bentuk ketidaksiapan DPR dalam menetapkan jumlah RUU Prolegnas. Ironisnya, DPR yang menyusun, DPR pula yang mencabutnya dari prolegnas prioritas. Semestinya DPR melalui alat kelengkapannya dapat mengukur sesuai kemampuan dalam menyelesaikan pembahasan RUU. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait