Kembalikan Wewenang Uji Materi Perda ke Mahkamah Agung
Berita

Kembalikan Wewenang Uji Materi Perda ke Mahkamah Agung

Pemerintah cukup sebagai pemohon. Kewenangan Pemerintah hanya sebatas preview.

Oleh:
M-10
Bacaan 2 Menit
Kembalikan wewenang uji materi perda ke Mahkamah Agung,<br> Foto: Sgp
Kembalikan wewenang uji materi perda ke Mahkamah Agung,<br> Foto: Sgp

DPR dan Pemerintah tengah membahas revisi terhadap Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP). Ada beberapa masukan dari akademisi dan pemerhati, terutama berkaitan dengan tata urusan peraturan perundang-undangan dan mekanisme pengujiannya.

 

Eksistensi Peraturan Daerah (Perda) juga ikut dibahas. Selama ini pengaturan Perda berada dalam dua lingkup Undang-Undang. Selain UU PPP, diatur pula dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Akibatnya, timbul sejumlah masalah hukum.

 

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mencatat setidaknya tiga masalah. Pertama, instrumen hukum untuk membatalkan Perda. Undang-Undang menyebutkan pembatalan Perda dilakukan Presiden melalui Perpres. Faktanya, yang membatalkan Perda adalah Menteri Dalam Negeri. Kedua, pelaksanaan review tidak sejalan antara aturan dengan praktik. Review seharusnya dilakukan berjenjang. Mendagri melakukan review trhadap Perda provinsi, Gubernur terhadap Perda kabupaten/kota. Tetapi selama ini pembatalan selalu dilakukan Mendagri dalam bentuk Surat Keputusan.  Ketiga, masalah koordinasi antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan. Tidak semua rekomendasi pembatalan Perda bidang pajak dan retribusi daerah oleh Kementerian Keuangan dilaksanakan Kementerian Dalam Negeri. Penelitian PSHK menunjukkan Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri melakukan kajian ulang atas review Kementerian keuangan. “Sehingga diperoleh hasil yang berbeda terhadap pembatalan Perda pajak dan retribusi daerah”.

 

Sehubungan dengan itu, akademisi Universitas Islam Indonesia, Ni’matul Huda mengusulkan agar kewenangan sepenuhnya pembatalan Perda diserahkan kepada Mahkamah Agung (MA). “Pemerintah tidak lagi bisa membatalkan,” ujarnya kepada hukumonline.  

 

Dijelaskan penulis buku ‘Problematika Pembatalan Peraturan Daerah’ (2010) itu selaku pemegang kekuasaan pemerintahan, Presiden seharusnya tidak bisa membatalkan Perda, apalagi dalam praktiknya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri. Menurut Ni’matul Huda, pemerintah bisa menjadi pemohon pembatalan Perda.

 

‘Pembatalan’, tegas dia, adalah kata tindakan yang bermakna yuridis. Membatalkan Perda sudah masuk kualifikasi kegiatan yudisial, sehingga tidak selayaknya dilakukan eksekutif. Itu sebabnya, kewenangan pembatalan Perda perlu dikembalikan kepada Mahkamah Agung.

 

Meskipun demikian, bukan berarti eksekutif tidak bisa menjalankan fungsi pengawasan terhadap Perda. Menurut Ni’matul Huda, Pemerintah masih bisa melakukan pengawasan ketika masih berbentuk Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda). Jadi, Pemerintah bisa melakukan executive preview.

Halaman Selanjutnya:
Tags: