Kemenhan, DPRD DKI Jakarta, dan Papua Barat Terendah Dalam Laporan LHKPN
Berita

Kemenhan, DPRD DKI Jakarta, dan Papua Barat Terendah Dalam Laporan LHKPN

Ketua MPR Zulkifli Hasan juga belum melaporkan LHKPN untuk tahun 2018.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Pembukaan layanan klinik LHKPN di KPK. Foto: RES
Pembukaan layanan klinik LHKPN di KPK. Foto: RES

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) selama ini menjadi salah satu instrumen penting Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bidang pencegahan. Sebab melalui laporan tersebut, KPK bisa mengetahui berapa harta yang dimiliki penyelenggara negara dari dari hasil yang sah saat menjalankan kewajibannya.

Dari situ pula tak jarang KPK bisa melakukan upaya penindakan. Misalnya jika harta kekayaan seorang penyelenggara negara dinilai tidak wajar karena tidak sesuai dengan penghasilan dari pekerjaan pokok, dan dalam laporan LHKPN penyelenggara negara tersebut juga tidak mencantumkan penghasilan dari sumber yang lain, maka ada kemungkinan tersangkut gratifikasi ataupun suap.

Chairul Huda, seorang akademisi yang menjadi ahli dalam persidangan Auditor Utama Keuangan Negara III BPK RI, Rochmadi Saptogiri beberapa waktu lalu menyebut, LHKPN bisa menjadi indikasi penegak hukum. Menurut Chairul, data dalam LHKPN bisa menunjukkan pertambahan harta kekayaan yang wajar atau tidak wajar. Jika tak wajar, aparat penegak hukum dapat curiga apakah penambahan harta tersebut diperoleh dari sumber yang sah, atau dari perbuatan melawan hukum. Sebaliknya, berdasarkan prinsip pembalikan beban pembuktian, penyelenggara negara yang hartanya bertambah tersebut harus bisa membuktikan sumber penambahan hartanya.

(Baca juga: Menelaan Karya Hakim Konstitusi tentang Pembalikan Beban Pembuktian).

Namun sayangnya, belum semua penyelenggara negara mendukung upaya KPK dalam pencegahan korupsi. Dari data yang dimiliki lembaga antirasuah, secara nasional jumlah pelaporan LHKPN menurun cukup besar. Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan  mengaku bingung mengapa hal ini bisa terjadi. Sebab penurunan ini terjadi justru setelah LHKPN bisa dilaporkan secara elektronik.

Dulu masih zaman kertas kita rata-rata nasional 78 persen, tapi begitu elektronik malah 64 persen, juga 46 ribunya terlambat. Jadi kita pikir ini dulu itu susah, sekarang digampangin malah kepatuhannya rendah,” kata Pahala di kantornya, Senin (14/1).

Pahala menjelaskan pada 2018 ini jumlah pelapor terdiri dari 303.302 orang dari 483 instansi legislatif, 642 instansi eksekutif, 2 instansi yudikatif dan 175 instansi BUMN dan BUMD. Dari jumlah tersebut seperti dijelaskan diatas baru 64 persen yang melaporkan harta kekayaannya.

Untuk tingkat Kementrian/Lembaga, apabila dilihat dari persentasi maka penyelenggara negara di Kementerian Pertahanan yang paling rendah melaporkan LHKPN. "Tingkat kepatuhan Kementerian Pertahanan 10 persen dari jumlah 80 wajib lapor," ujar pahala.

Tags:

Berita Terkait