Kepailitan, Momok Menakutkan di Masa Pandemi
Utama

Kepailitan, Momok Menakutkan di Masa Pandemi

Jumlah kasus kepailitan dan PKPU diprediksi akan terus meningkat selama pandemi.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

Sebelumnya, Ketua Dewan Penasehat AKPI periode 2019-2022, Jamaslin James Purba, dalam webinar Strategi Penyelesaian Perkara Kepailitan dan PKPU Pasca Pandemi Covid-19, beberapa waktu lalu mengatakan kondisi perekonomian Indonesia pasti mengalami pengaruh sangat besar akbiat Covid-19.

Menurut James, selain badai PHK Covid-19 mempengaruhi jalannya dunia usaha sehingga mengakibatkan para pelaku usaha kesulitan untuk memenuhi kewajibannya secara tepat waktu. “Income mereka terpengaruh kecuali perusahaan-perusahaan yang memiliki banyak simpanan atau cadangan sehingga tetap bisa memenuhi kewajiban,” katanya.

Meski demikian, James berpendapat hampir semua para pegusaha akan kesulitan untuk memenuhi kewajibannya dalam kondisi pandemi Covid-19. Dengan berhentinya aktivitas usaha maka berhenti pula pendapatan. Hal ini megakibatkan perusahaan tersendat dalam memenuhi kewajiban untuk membayar tagihan secara tepat waktu.

Untuk itu, James menyarankan pada debitor untuk menempuh jalur PKPU bila kesulitan melakukan pembayaran dengan tepat waktu akibat Covid-19. Dengan menempuh PKPU, kata James, semua kewajiban akan ditangguhkan bila status PKPU diberikan oleh pengadilan. “Dalam hal kreditor mengalami kesulitan keuangan bisa memohon kepada pengadilan agar terhadapnya diberikan status PKPU,” ujar James.

James mengatakan bila sudah masuk dalam PKPU maka debitor tidak boleh dipaksa untuk membayar utang atau semua kewajiban ditangguhkan. Dengan adanya PKPU, kreditor juga diberikan kesempatan untuk merundingkan atau menegosiasikan kewajibannya agar bisa tetap selamat.

Di samping itu dengan menggunakan jalur PKPU maka semua pihak, baik kreditor maupun debitor akan terikat. Melalui PKPU ada jeda bagi semua pihak untuk berunding, bernegosiasi agar kepada debitor ada pelonggaran terhadap pembayaran. Masa PKPU juga bisa menjadi waktu untuk merundingkan syarat-syarat baru yang bisa disepakati oleh kreditor dan debitor.

“Misalnya untuk tagihan yang tertunggak ini bisa dibayar selama 3 tahun atau 5 tahun atau bahkan ada yang 20 tahun karena kondisi yang saat ini memang tidak memungkinkan untuk membayar utang,” jelasnya.

Tags:

Berita Terkait