Kesaksian Bupati Benarkan Adanya Pemotongan Dana untuk Membeli Helikopter
Utama

Kesaksian Bupati Benarkan Adanya Pemotongan Dana untuk Membeli Helikopter

Untuk menutupi kekurangan pembelian helikopter MI-2, para bupati di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) ‘menyumbang' dari dana perlakuan khusus yang seharusnya diperuntukkan untuk belanja pegawai dan belanja non pegawai.

Oleh:
Gie
Bacaan 2 Menit
Kesaksian Bupati Benarkan Adanya Pemotongan Dana untuk Membeli Helikopter
Hukumonline
Persidangan kasus dugaan korupsi pembelian helikopter MI-2 dengan terdakwa Gubernur NAD Abdullah Puteh kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (18/1). Kali ini, majelis pengadilan korupsi yang diketuai Kresna Menon memeriksa delapan saksi.

Bukan hanya Tarmizi, empat Bupati lainnya yang juga memberikan sumbangan dana sebesar Rp700 juta, mengutarakan alasan yang tidak jauh berbeda. Mereka mengetahui dana tersebut memang dipotong dari dana perlakuan khusus untuk kepentingan pembelian helikopter.

Namun menurut penuntut umum KPK, berdasarkan Kepmenkeu 451/2001 alokasi dana haruslah dipergunakan untuk belanja pegawai dan non pegawai. Walaupun ada pasal yang menyatakan bahwa dana tersebut dapat digunakan untuk daerah yang transportasinya susah, namun tidak dijelaskan apakah helikopter masuk dalam jenis transportasi yang diperbolehkan berdasarkan Kepmenkeu tersebut.

Izin DPRD

Mantan Ketua DPRD, Teuku Muhammad Yus dalam keterangannya di depan persidangan juga menyebutkan pembelian helikopter MI-2 memang telah mendapat persetujuan dari DPRD. Persetujuan tersebut dituangkan dalam izin prinsip.

Izin prinsip sendiri menurut Yus dikeluarkan tanpa adanya rapat pleno dari seluruh anggota dewan. Menurutnya izin tersebut telah dibicarakan antara dirinya dan ketiga wakil anggotanya.

Alasan dari pembelian helikopter MI-2 yang dikemukakan tidak jauh berbeda dengan keterangan saksi lainnya. Yus menjelaskan alasan pembelian helikopter adalah kondisi NAD yang mencekam dan darurat.

Namun, dengan alasan darurat yang dikemukakan Yus, izin prinsip yang dikeluarkannya justru memakan waktu cukup lama. Permohonan izin prinsip sendiri sudah dua kali diajukan oleh Puteh, namun DPRD baru mengeluarkan enam bulan berikutnya.

Kedelapan saksi tersebut diantaranya adalah Safrudin Gadeng (Ketua Panitia Pengadaan Pemprov NAD), Fatahillah (Biro Perlengkapan), Teuku Muhammad Yus (mantan Ketua DPRD NAD 1999-2004), Tarmizi A Karim (mantan Bupati Aceh Utara). Sementara, empat saksi lainnya--Sofyan Harun (Walikota Sabang), Mustafa M Tami (Bupati Aceh Tengah), Nasruddin (mantan Bupati Aceh Barat) dan Teuku Maksamiali (Bupati Aceh Selatan)—diperiksa secara bersamaan.

Dalam kesaksiannya bupati-bupati provinsi NAD tersebut membenarkan adanya pemberian dana sebesar Rp700 juta untuk pembelian helikopter MI-2. Mereka mengakui sumber dananya diambil dari pemotongan dana perlakuan khusus.

Tarmizi, yang diperiksa terpisah dengan bupati lain, mengakui hal tersebut sebagai persetujuan dari masing-masing bupati yang dibuat dalam surat kesepakatan tanggal 7 Agustus 2001. Menurut Tarmizi, tentang pembelian helikopter tersebut telah diketahuinya sejak pertemuan antara para bupati dengan Gubernur NAD.

Dari kesepakatan inilah, menurut Tarmizi, selanjutnya ia juga menyetujui agar dana bantuan perlakuan khusus yang dikeluarkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.451/KMK.07/2001 tanggal 23 Juli 2001 untuk disisihkan sebesar Rp700 juta guna membeli helikopter. Namun, dikatakannya dalam kaitan dengan Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, antara pemerintah daerah dengan pemerintah kabupaten/kota merupakan otonomi yang terpisah yang tidak mempunyai hubungan hirarki.

Dana perlakuan khusus tersebut, jelas Tarmizi, dikeluarkan untuk belanja pegawai dan belanja  non pegawai. Namun, Tarmizi sendiri menjawab bahwa ia tidak tahu apakah alokasi dana tersebut dapat dipergunakan untuk membeli helikopter. Dinyatakannya, pembelian helikopter dianggap sebagai hal yang mendesak mengingat situasi di bumi Serambi Mekah yang sedang bergolak.

Halaman Selanjutnya:
Tags: