Kesaksian Sofyan Djalil di Sidang RJ Lino
Terbaru

Kesaksian Sofyan Djalil di Sidang RJ Lino

Sofyan menilai RJ Lino orang yang profesional di bidangnya. Namun, dia mengaku tidak tahu secara spesifik soal pengadaan 3 unit Quayside Container Crane (QCC) pada 2010.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 4 Menit
Mantan Dirut Pelindo II pada 2009-2015, Richard Joost Lino. Foto: RES
Mantan Dirut Pelindo II pada 2009-2015, Richard Joost Lino. Foto: RES

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (3/11), menggelar sidang Richard Joost Lino atau RJ Lino, terdakwa dalam kasus pengadaan 3 unit Quayside Container Crane (QCC) tahun 2010 di pelabuhan Panjang (Lampung), Pontianak (Kalimantan Barat) dan Palembang (Sumatera Selatan), yang didakwa merugikan keuangan negara senilai 1.997.740,23 dolar AS.

Sidang menghadirkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil, yang saat kasus itu terjadi menjabat sebagai Menteri BUMN periode 2007-2009, sementara RJ Lino menjabat sebagai Dirut Pelindo II pada 2009-2015. Sofyan menjadi saksi meringankan untuk RJ Lino.  

Dalam kesaksiannya, Sofyan mengatakan RJ Lino dipilih sebagai Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) karena profesional di bidangnya. "Jadi pertimbangan Pak Lino diangkat, saya cari profesional. Saya sudah wawancara beberapa orang tapi kemudian saya belum puas. Ada seseorang mengatakan orang Indonesia menjadi dirut perusahaan pelabuhan di China, dia katanya bekas orang Pelindo, namanya RJ Lino, 'Oh dia tahu dengan Pak Lino', saya tanya punya nomornya tidak? Lalu saya telepon," kata Sofyan seperti dilansir Antara. (Baca: Eks Dirut Pelindo II RJ Lino Didakwa Rugikan Negara 1,99 Juta Dolar AS)

"Kebetulan Pak Lino sedang ada di Jakarta, saya katakan 'Anda datang ke tempat saya, saya wawancara Anda untuk jadi Dirut Pelindo II. Beliau datang, waktu wawancara itu ngomongnya banyak sekali sampai saya sampaikan, 'Apa anda terlalu pintar atau saya terlalu bodoh? Karena apa yang dia omongkan itu di luar kompetensi saya pemahamannya walau pun saya pernah jadi komisaris Pelindo III, jadi tahu sedikit tentang pelabuhan," lanjut Sofyan.

Sofyan mengaku saat itu tidak bisa menilai apakah RJ Lino "terlalu pintar" atau Sofyan yang "terlalu bodoh" maka ia pun menawarkan agar RJ Lino mengikuti "fit and proper test" dengan komunitas pelabuhan.

"Akhirnya saya undang seluruh direksi Pelindo, seluruh komisaris Pelindo, perusahaan pelayaran, menteri perhubungan, dirjen perhubungan laut datang ke lantai 16 Kementerian BUMN, untuk 'fit and proper test' beliau, dia presentasi," jelas Sofyan.

Namun, terkait pengadaan 3 unit Quayside Container Crane (QCC) pada 2010, Sofyan mengaku tidak tahu secara spesifik. "Waktu itu Pelindo II dalam keadaan kritis terjadi misalnya demurrage, di Pontianak, di Palembang, di Jakarta sudah berkali-kali ditender untuk crane tidak jalan, jadi pertama begitu Pak Lino diangkat sebagai salah satu tugasnya adalah mengatasi bottle neck," ungkap Sofyan.

Demurrage adalah pengenaan biaya tambahan dari perusahaan pelayaran terhadap penambahan waktu pemakaian peti kemas.

"Karena bottle neck banyak sekali, jadi salah satu reformasi yang dilakukan oleh Pak Lino saat di Pelindo adalah membereskan crane dan juga tentang pengelolaan pelabuhan. Itu adalah tugas yang saya ingat waktu saya angkat beliau," tambah Sofyan.

Sofyan juga menyebut bahwa pada saat keadaan mendesak, pengadaan di BUMN dapat dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung.

"Karena ada keadaan yang mendesak, critical asset itu bisa ditunjuk langsung, jadi kalau sudah berkali-kali penunjukan oleh tender, tapi tender belum tentu yang terbaik boleh ditunjuk langsung, kalau gagal tendernya," ucap Sofyan.

Dalam dakwaan disebutkan PT Pelindo II membutuhkan container crane dan setelah beberapa kali dilakukan pelelangan akan tetapi mengalami kegagalan sehingga pada April 2009, PT Pelindo II kembali melakukan pelelangan.

Setelah dilakukan pelelangan tidak ada peserta yang dapat memenuhi persyaratan sehingga pelelangan gagal sehingga PT. Pelindo II melakukan pelelangan ulang dan juga penunjukan langsung kepada PT Barata Indonesia.

RJ Lino kemudian memerintahkan Ferialdy Noerlan selaku Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II agar mendampingi perwakilan Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) yang merupakan perusahaan pembuat crane untuk melakukan survei.

Kontrak ditandatangani pada 30 Maret 2010 dengan nilai 17.165.386 dolar AS selama 11 bulan garansi 1 tahun dan untuk pemeliharaan selama 5 tahun sebesar 1.611.386 dolar AS.

Walaupun pengadaan dan pemeliharaannya dilakukan tidak mengikuti prosedur, Pelindo II tetap membayar HDHM sebesar 15.165.150 dolar AS untuk pengadaan dan pemeliharaan sebesar 1.142.842,61 dolar AS yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar 1.997.740,23 dolar AS.

Kuatkan Dakwaan

Sementara, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut kesaksian Sofyan Djalil dalam persidangan bekas Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), Richard Joost Lino atau RJ Lino, malah memperkuat dakwaan yang disusun KPK.

"Dari apa yang diterangkan saksi a de charge tersebut, menurut hemat kami justru menguatkan pembuktian dakwaan tim jaksa KPK. Saksi menerangkan bahwa pengadaan barang dan jasa di BUMN terikat aturan dan penunjukan langsung memang dapat dilakukan dalam pengadaan barang dan jasa," kata Fikri seperti dilansir Antara.

Djalil menjadi saksi meringankan untuk terdakwa Lino pada sidang Rabu (3/11) yang didakwa merugikan keuangan negara senilai 1.997.740,23 dolar AS karena melakukan intervensi dalam pengadaan tiga unit Quayside Container Crane (QCC) pada 2010 di Pelabuhan Panjang (Lampung), Pontianak (Kalimantan Barat) dan Palembang (Sumatera Selatan).

"Namun penunjukan langsung dilakukan sepanjang tidak ada perbuatan melawan hukumnya sehingga kembali pada norma pokok bahwa pengadaan barang dan jasa harus tetap dilakukan dengan memedomani prinsip-prinsip dalam pengadaan itu sendiri, seperti transparan, fair dan akuntabel," kata Fikri seperti dilansir Antara.

Dari seluruh rangkaian proses persidangan, dia menyebut KPK yakin dakwaan tim jaksa akan terbukti dan majelis hakim tidak terpengaruh independensinya untuk memutus bersalah menurut hukum atas Lino. "KPK mengajak masyarakat untuk terus memantau persidangan perkara ini sebagai fungsi transparansi dan kontrol," kata dia.

Tags:

Berita Terkait