Keseimbangan Kepentingan dalam Mengungkap Data Pribadi Pasien Covid-19
Fokus

Keseimbangan Kepentingan dalam Mengungkap Data Pribadi Pasien Covid-19

Banyak peraturan yang mewajibkan tenaga kesehatan untuk merahasiakan data pribadi pasien. Namun ada warga yang khawatir terpapar virus jika data pasien tidak dibuka. Komisi Informasi Pusat punya peran penting.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Kedua, seluruh praktik pengumpulan data pribadi dalam rangka control pencegahan Covid-19, baik oleh pemerintah maupun lembaga swasta, harus mengacu pada pada prinsip-prinsip perlindungan data pribadi. Salah satunya prinsip data minimalis, yakni mengumpulkan data secara minimal saja dan hanya sesuai kebutuhan dan tujuan penanganan Covid-19. Ketiga, data pribadi yang sudah terkumpul hanya dapat digunakan secara terbatas, tidak dapat digunakan lain dari tujuan semula (purposive limitation). Keempat, dalam hal pembukaan data pribadi pasien untuk tujuan kesehatan publik, selain harus mendapat persetujuan dari pasien, juga harus memenuhi persyaratan nesessitas dan proporsionalitas. Persyaratan ini misalnya tampak pada penggunaan anonimitas.

Posisi Komisi Informasi

Komisi Informasi Pusat (KIP) dan Komisi Informasi Provinsi punya posisi sentral dalam isu ini karena fungsi dan tugasnya sebagai lembaga negara yang menangani sengketa informasi dan berwenang membuat aturan teknis dan petunjuk pelaksanaan pelayanan informasi publik. Tugas dan kewenangan Komisi Informasi itu tertuang dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Jika dihubungkan dengan pandemi virus, ada dua tugas Komisi Informasi yang relevan. Pertama, membuat petunjuk teknis pelayanan informasi dalam situasi darurat. Ketentuan dalam UU No. 14 Tahun 2008 hanya mengatur pelayanan informasi dalam kondisi negara normal, tidak dalam situasi darurat bencana nasional. Seyogianya, tugas membuat pedoman itu dilakukan sejak awal pandemi. Dalam konteks ini, KIP telah menerbitkan pedoman pelayanan informasi pada masa darurat kesehatan.

(Baca juga: KIP Terbitkan Pedoman Pelayanan Informasi Publik di Masa Darurat Kesehatan).

Kedua, menyelesaikan sengketa informasi. Sejauh ini, berdasarkan pemantauan hukumonline, belum ada permohonan penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan data pribadi pasien Covid-19. Jika pun ada, permohonan warga harus diajukan terlebih dahulu ke Badan Publik yang menguasai data pasien yang diminta. Jika ada permintaan, maka Badan Publik bersangkutan harus melakukan uji kepentingan publik. Pengujian dilakukan terhadap dua pengandaian: jika informasi dibuka, apa yang akan timbul?; dan jika informasi pasien tetap ditutup, apa yang akan terjadi? Berdasarkan dua alat pengujian inilah Badan Publik melakukan penilaian keseimbangan kepentingan. Mana yang lebih banyak mudharatnya bagi kepentingan yang lebih besar?

Jika warga pemohon informasi berkeberatan dengan hasil tes kepentingan tersebut, setelah melalui mekanisme yang diatur UU No. 14 Tahun 2008, pemohon data pasien dapat mengajukan permohonan sengketa informasi informasi ke KIP atau Komisi Informasi Provinsi yang berwenang.

Menariknya, isu pembukaan data pasien ini sempat menimbulkan perbedaan pandangan di kalangan Komisi Informasi. Wakil Ketua Komisi Informasi Hendra J. Kade dan beberapa komisioner di provinsi memandang bahwa pembukaan data pasien adalah kebijakan yang penting untuk menahan laju penyebaran Covid. Sebaliknya, komisioner lain, Arief Kuswardono mengirimkan pernyataan mengenai pentingnya melindungi data pribadi pasien. Akhirnya, pada 21 Maret lalu, Komisi Informasi Pusat mengeluarkan pernyataan resmi kelembagaan.

Merespons pemberitaan hukumonline sebelumnya, Ketua KIP Gede Narayana menjelaskan bahwa informasi pribadi dan atau informasi (rekam) medik terkait Virus Covid-19 adalah informasi yang dikecualikan yang bersifat ketat dan terbatas. Informasi tersebut wajib dijaga dan hanya bisa dibuka atas ijin yang bersangkutan atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tags:

Berita Terkait