Ketidakpatuhan Pemerintah Terhadap Putusan MK Terkait UU Cipta Kerja
Terbaru

Ketidakpatuhan Pemerintah Terhadap Putusan MK Terkait UU Cipta Kerja

Mulai dari aturan pelaksana yang terbit pasca putusan MK hingga waktu terbit aturan pelaksana yang tak sesuai amanat UU Cipta Kerja.

Oleh:
MR 34/MR 37
Bacaan 2 Menit
Prof Maria SW Sumardjono dan Feri Amsari dalam sebuah diskusi, Rabu (06/04/2022). Foto: MR 34/MR 37
Prof Maria SW Sumardjono dan Feri Amsari dalam sebuah diskusi, Rabu (06/04/2022). Foto: MR 34/MR 37

Sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 91/PUU-XVII/2020 yang menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) dinyatakan inkonstitusional bersyarat, pemerintah dianggap hanya menanggapi amar putusan keempat. Sedangkan amar putusan ketiga dan ketujuh, kata Guru Besar Hukum Agraria UGM Prof. Maria SW Sumardjono, diabaikan Pemerintah.

Prof. Maria mengatakan, pasca UUCK ditetapkan inkonstitusional, pemerintah malah mengeluarkan berbagai peraturan terkait Reformasi Agraria (RA), yaitu Perpres No. 113 Tahun 2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah dan Keppres No. 1 Tahun 2022 tentang Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi, yang secara langsung maupun tidak langsung merupakan aturan pelaksana dari UUCK.

“Amar putusan ketujuh mengatakan UUCK ditangguhkan dulu sampai dua tahun, jangan diterbitkan peraturan pelaksana baru, tetapi yang diherankan adalah menerbitkan Perpres No. 113, dan Kepres No. 1 Tahun 2022, yang mana melanggar amar putusan ketujuh,” kata Prof. Maria, Rabu (06/04/2022).

Menurutnya, tindakan pemerintah tersebut adalah nekat dengan memberlakukan UUCK dan aturan pelaksanaanya, bahkan menerbitkan aturan pelaksana baru tersebut. Termasuk revisi Perpres Reformasi Agraria yang berpotensi melaksanakan UUCK dengan skema pemanfaatan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang bersumber dari aset Bank Tanah dengan hanya berpegang pada amar putusan keempat.

Baca Juga:

Padahal amar keempat tidak berdiri sendiri, keberadaannya sudah dilumpuhkan oleh amar putusan ketiga yang mengatakan UUCK sudah tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Sementara itu putusan MK yang menolak melakukan uji materi UUCK dengan alasan objek pengujian UUCK sudah hilang. Hal ini semakin memperkuat argumentasi bahwa UUCK sudah tidak berlaku selama masa perbaikan karena kehilangan kekuatan hukum yang mengikat.

“Kebijakan apapun yang dibuat, hendaknya dilakukan dengan menghormati dan mematuhi Putusan MK 91/PUU-XVII/2020 sebagai perwujudan kewajiban konstitusional dan moral pemerintah,” tambahnya.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), Feri Amsari mengamini pendapat Prof. Maria. Menurutnya, pemerintah memiliki problematik soal kepatuhan terhadap MK. Ia menambahkan bentuk pengabaian lainnya yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu pembentukan Instruksi Mendagri No. 68 Tahun 2021 tentang Tindak Lanjut Putusan MK No.91/PUU-XVIII/ 2020 atas Pengujian Formil UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang berisi memerintahkan kepala daerah untuk menjalankan UU Cipta Kerja sebagai tindak lanjut dari arahan presiden.

Pengabaian yang dilakukan pemerintah juga terlihat di badan UUCK, tepatnya pada pasal 185 UUCK memerintahkan Peraturan Pemerintah (PP) wajib ditetapkan tiga bulan sejak Undang-Undang berlaku (UUCK diundangkan 2 November 2020), tetapi pada kenyataannya PP Bank Tanah ditetapkan dan diundangkan pada 29 April 2021. Maka dapat dikatakan hal tersebut melanggar pasal yang berada di dalam UUCK.

Tags:

Berita Terkait