Tiga penggawa Mahkamah Konstitusi, yakni Prof. Anwar Usman, Prof. Arief Hidayat dan Prof. Saldi Isra berada dalam satu panggung menjadi pembicara pemantik dalam Konferensi Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) di Bali, (19/5) malam. Ketiganya menyinggung soal bahayanya media sosial yang dapat memecah belah demokrasi Indonesia.
Ketua MK Anwar Usman menekankan betapa pentingnya transparansi dalam setiap kerja di lingkungan MK. Ia percaya, transparansi ini dapat berdampak positif bagi MK dari kerja-kerja yang dihasilkan. Misalnya transparan fakta-fakta proses persidangan yang disiarkan secara langsung melalui saluran informasi MK hingga proses persidangan yang terekam dan tersampaikan secara utuh kepada masyarakat.
"Hal ini berarti bahwa tidak mungkin bagi MK untuk memutus di luar dari fakta-fakta objektif tersebut," kata Anwar.
Meski begitu, ia mengingatkan, di era derasnya arus informasi melalui berbagai macam media, baik cetak, elektronik maupun media sosial berdampak pada potensi terjadinya misleading atas informasi yang disampaikan. Bahkan, hal ini bisa berujung kepada fragmentasi sosial. Ia berharap, peran Anggota APHTN-HAN dapat memberikan pencerahan dari informasi-informasi yang salah seputar ketatanegaraan dan sistem hukum Indonesia.
"Saya berharap kita semua dapat meluruskan informasi dan pemahaman di tengah masyarakat terhadap pemberitaan yang tidak benar, jangan sampai karena kepentingan politik karena kepentingan sesaat, kehidupan masyarakat menjadi porak poranda," katanya.
Baca juga:
- Konferensi Nasional APHTN-HAN Dibuka, Ini Pesan Ketua MPR
- Soal Kehilangan Kewarganegaraan Mengemuka dalam Simposium Nasional Hukum Tata Negara
- Ini 4 Program Kerja Utama APHTN-HAN Setahun Terakhir
Hal senada juga diutarakan Prof. Arief Hidayat. Dalam pemaparannya, ia mengingatkan bahwa Indonesia sebagai bangsa dan negara jangan sampai semakin lemah karena perilaku penggunaan media sosial yang serampangan dan minus tanggung jawab. "Bapak, ibu dan saudara-saudara sekalian sudah semestinya merasa terpanggil untuk berkontribusi secara keilmuan agar jangan perilaku sebaran opini dan narasi anti-demokrasi, anti-NKRI dan anti-Pancasila, sedemikian mudahnya meluas," katanya.