Ketua KY Aidul Fitriciada: Dari Film Romantis, Menulis Puisi, hingga Curi Barang Milik Kyai
Wawancara Khusus:

Ketua KY Aidul Fitriciada: Dari Film Romantis, Menulis Puisi, hingga Curi Barang Milik Kyai

Beberapa pertanyaan ringan terkait hobi dan kesukaan Aidul dijawab singkatnya, terkadang menggelitik.

Oleh:
CR-23
Bacaan 2 Menit
Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari. Foto: RES
Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari. Foto: RES
Setelah mengemban amanat sebagai Ketua Komisi Yudisial (KY), Aidul Fitriciada Azhari tidak lantas melupakan kebiasan lamanya. Banyak pengalaman, hobi, dan cerita menarik yang mungkin dialami orang kebanyakan. Mulai dari menyukai nasi goreng buatan istri, film romantic, menulis hingga kenakalanya saat masa-masa kecil.  

Aidul Fitriciada Azhari dikenal sosok yang religius dan memiliki jiwa petualang. Menyukai petualang dari pantai hingga museum bersejarah. Ia juga gemar menulis, namun setahun terakhir ini, dia mengaku jarang menulis karena kesibukannya “menikmati” jabatan sebagai ketua KY. Baca Juga: Tiga Lembaga Ini Gagas Konvensi Etika Berbangsa dan Bernegara

Lahir di Tasikmalaya 1 Januari 1968. Selepas kuliah, Aidul mengawali kariernya sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) sejak tahun 1993. Sebagai akademisi, ayah tiga anak ini  pernah menjabat sebagai Ketua Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UMS pada 2005-2006 hingga akhirnya dipercaya menjadi Dekan Fakultas Hukum UMS pada tahun 2006-2010. Gelar Guru Besar disandangnya pada 2017ini di kampus yang sama.  

Sebelumnya, suami dari Ami Utami Permatasari ini juga aktif sebagai peneliti di Institute for Democracy of Indonesia Jakarta sebagai Ketua Divisi HAM pada tahun 2003-2010. Gelar sarjana hukum diperolehnya pada 1991 untuk jurusan Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Bandung. Di Universitas yang sama mendapatkan gelar magister hukum pada tahun 1999. Namun, gelar doktor (S-3) diselesaikan di jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2005.  

Untuk meningkatkan keilmuannya, pria yang menghabiskan masa sekolahnya di Tasikmalaya ini aktif menulis buku dan jurnal ilmiah serta mengikuti pelatihan di dalam maupun luar negeri. Salah satu paper yang ditulisnya pada International Conference of Philosophy History di Istanbul Turki pada 14-15 Mei 2015 berjudul “The Philosophy of Manunggaling Kawula Gusti: From Javanese Mysticism to the Indonesian State Ideology.”  Memiliki motto hidup “Etika laksana bintang yang memandu para peziarah malam yang membutuhkan langit jernih untuk dapat melihatnya.”

Saat berkunjung ke kantor Hukumonline, sempat disodorkan 10 pertanyaan singkat terkait pilihan yang menyangkut keseharian dan kesukaan Aidul Fitriciada Azhari. Jawaban singkatnya, terkadang menggelitik. Serentetan pertanyaan diakuinya, terkadang mendapati jawaban mengundang gelak tawa. 

Berikut 10 pertanyaan ringan yang diajukan Hukumonline:

Nasi goreng atau nasi rames?

Nasi goreng, hampir setiap pagi makan nasi goreng buatan istri, sudah wajib itu.

Traveling atau di rumah?

Saya suka traveling, jadi kalau hari libur menghabiskan waktu dengan traveling. Makin lama hari libur jadi makin jauh traveling-nya. Seperti Pelabuhan Ratu, Kepulauan Seribu, kadang-kadang sampai ke Bali dan Sumatera bila waktunya masih cukup. Selain alam, saya juga sering pergi ke tepat bersejarah seperti museum atau yang bersifat kultural. Mengetahui kehidupan sosial, budaya masyarakat setempat. Tetapi, kebanyakan traveling untuk melihat kehidupan masyarakat daerah tertentu.

Bandung atau Surakarta?

Surakarta. Kalau Bandung macet (Aidul sambil tertawa). Apalagi, saya sudah jadi orang Solo sekarang.

Film horor atau film romantis?

Romantis (Aidul sambil senyum-senyum). Saya lebih suka film romantis daripada film horor mungkin terbawa oleh (hobi) istri juga.

Menulis buku atau membaca buku?

Saya lebih suka menulis. Meskipun dalam satu tahun terakhir belum sempat karena sedang fokus mengemban amanat ketua KY. Menulis itu lebih memiliki pengalaman explorasi lebih tinggi. Dimana kita terpaksa baca buku dan mengamati. Mungkin karena saya dari dunia akademis. Sebelum menjadi ketua KY sering terlibat dalam penelitian. Yang menarik dalam karya tulisan saya presentasikan di tingkat nasional maupun internasional.

Tata negara atau pidana?

Tata negara, karena memang latar belakang pendidikan S-2 dan S-3 saya mengambil jurusan Hukum Tata Negara hingga mendapatkan gelar Guru Besar Hukum Tata Negara.

Dangdut atau pop?

Dangdut (Aidul sambil tertawa), tetapi saya suka dangdut (asli) melayu, bukan dangdut koplo. Saya suka penyanyi dangdut melayu asli seperti Meggi Z. Kalau sekarang saya (suka) lihat Lesti dan Putri (kontestan dangdut akademia) biasanya saya ikutan nonton itu (kembali tertawa). Selain itu, saya kan berasal dari Tasikmalaya yang bersebelahan dengan kampong Raja Dangdut Rhoma Irama. Jadi, yaa kalau tidak dangdut, yaa Qasidahan.

Jadi dosen atau peneliti?

Dua-duanya, (biasanya) kalau jadi dosen juga jadi peneliti. Tapi kalau peneliti itu lebih explorative. Saya lebih suka meneliti karena itu saya tidak banyak mengajar. Saya hanya mengajar di Universitas Muhammadiyah Surakarta saja. Hampir 20 tahun lebih saya tidak pernah mengajar dimana-mana. Fokus di UMS sampai menjadi guru besar pun disana.

Aktif organisasi atau aktif LSM?

Aktif organisasi. Saya aktif di PP Muhammadiyah karena berorganisasi itu lebih punya “jamaah”. Di PP Muhammadiyah saya menjadi Penasihat Majelis Hukum dan HAM bersama Bambang Widjojanto. Sebelumnya, saya juga pernah menjadi Ketua Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah wilayah Jawa Tengah.

Komisioner KY atau ayah?

Jadi ayah dong karena ayah seumur hidup. Karena jabatan hanya sementara. Saya termasuk yang memerankan posisi ini setiap hari. Salah satunya, mengantar anak sekolah setiap pagi sebelum diantar dengan supir.

Tidak hanya 10 pertanyaan yang diajukan, ada dua pertanyaan tambahan, yaitu:

Hobi, kesukaan atau kebiasaan-kebiasaan?

Saya suka sastra. Jadi kalau nanti tim Hukumonline bertemu dengan beberapa orang lama di FH UNPAD, saya dikenal sebagai penyair. Saya menulis puisi sejak kecil, pertama kali menulis puisi dimuat dalam Pikiran Rakyat. Puisi paling berkesan adalah puisi berjudul “Ibu” karena pernah dimuat majalah Gadis tahun 1990-an ketika masih kuliah S-1 dulu (Aidul sambil tertawa).

Apa kenakalan waktu kecil?

Waktu kecil saya pernah mencuri. Curi Jambu dari pohonnya dan curi ikan. Kalau di lingkungan pesantren waktu kecil dulu, salah satu yang sering dilakukan santri-santri kecil itu adalah mencuri barang milik kyai. Dan itu (dianggap sebagai) prestasi besar (Aidul sambil tertawa terbahak). 
Tags:

Berita Terkait