Ketua MA: Aparat Pengadilan Harus Berkontribusi dalam Literasi
Terbaru

Ketua MA: Aparat Pengadilan Harus Berkontribusi dalam Literasi

Salah satu cara yang bisa dilakukan aparat pengadilan membuat tulisan yang memberikan pencerahan kepada masyarakat.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ketua MA M. Syarifuddin saat peluncuran dan bedah buku berjudul 'Penyelesaian Sengketa Lingkungan Melalui Gugatan Perdata', Jumat (1/4/2022). Foto: RES
Ketua MA M. Syarifuddin saat peluncuran dan bedah buku berjudul 'Penyelesaian Sengketa Lingkungan Melalui Gugatan Perdata', Jumat (1/4/2022). Foto: RES

Menulis merupakan salah satu cara untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada publik. Melihat pentingnya membaca dan menulis, Ketua Mahkamah Agung (MA), M. Syarifuddin, mengimbau aparat pengadilan untuk berkontribusi dalam literasi.

“Berikan tulisan yang memberi pencerahan kepada masyarakat. Manfaat menulis itu berbagi pengetahuan dan pengalaman serta menjadi wahana pembelajaran,” kata Syarifuddin dalam kegiatan peluncuran dan bedah buku berjudul Penyelesaian Sengketa Lingkungan Melalui Gugatan Perdata di Jakarta, Jumat (01/4/2022) kemarin.

Baginya, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki akan bermanfaat bagi orang lain ketika itu disampaikan baik melalui forum atau tulisan. Sebagaimana diketahui dalam ajaran Islam disebutkan ketika manusia meninggal dunia, maka putus semua amalnya kecuali beberapa hal salah satunya ilmu yang bermanfaat.

Baca:

Ia kembali menekankan pentingnya aparat pengadilan untuk berkontribusi dalam literasi untuk dapat membantu persoalan yang dihadapi masyarakat dimana data UNESCO menunjukkan dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 orang yang memiliki minat membaca. “Rendahnya minat baca itu juga tak jauh beda dengan minat menulis. Padahal selama ini masyarakat Indonesia dikenal aktif bermedia sosial,” kata dia.

Syarifuddin mengatakan aktivitas menulis bagi hakim adalah suatu kewajiban karena menghasilkan putusan merupakan bagian dari aktivitas tersebut. Jika hakim tidak bisa menulis, maka dia bakal sulit menuangkan pemikirannya dalam pertimbangan putusan. “Maka ada kita temui ada pertimbangan putusan yang berbelit, tidak jelas, sehingga sulit dipahami,” ujarnya.

Menurut Syarifuddin, putusan hakim tak sekedar produk hukum, tapi juga produk intelektual. Pada saat memberikan kuliah umum di Universitas Parahyangan, Syarifuddin menekankan pentingnya sinergi dunia pendidikan dan pengadilan. Karena putusan bisa dikaji dan hakim butuh kajian ilmiah sebagai salah satu referensi dalam membuat putusan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait