Ketua MPR: Bank Tanah Instrumen Menjamin Ketersediaan Lahan
Terbaru

Ketua MPR: Bank Tanah Instrumen Menjamin Ketersediaan Lahan

Memiliki urgensi di tengah intensitas kebutuhan tanah yang diperuntukan bagi pembangunan yang terus meningkat. Tapi, persoalannya ketersediaan tanah semakin terbatas serta harga tanah yang terus meningkat.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ketua MPR Bambang Soesatyo. Foto: Istimewa
Ketua MPR Bambang Soesatyo. Foto: Istimewa

Kehadiran Bank Tanah menjadi harapan mengatasi persoalan sengketa/konflik pertanahan. Sebab, Bank Tanah ini berfungsi untuk perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah. Apalagi keberadaan Bank Tanah dikuatkan dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan Bank Tanah. Meskipun keberadaan Bank Tanah ini masih menyisakan opini pro dan kontra di tengah masyarakat.

Demikian disampaikan Ketua Majelis Permusyawaran Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo melalui keterangannya di Komplek Gedung Parlemen, Jum’at (2/12/2022). “Keberadaan Bank Tanah diperlukan sebagai instrumen pemerintah untuk menjamin ketersediaan tanah/lahan bagi kepentingan umum, hingga reforma agraria,” ujarnya.

Menurutnya, pembentukan bank tanah memiliki urgensi di tengah intensitas kebutuhan tanah untuk pembangunan yang terus meningkat. Tapi sayangnya, ketersediaan tanah semakin terbatas serta harga tanah yang terus meningkat. Selain itu, belum optimalnya pemanfaatan tanah khususnya untuk kepentingan umum serta maraknya praktik spekulan maupun penelantaran tanah.

Bamsoet, begitu biasa disapa, menunjuk berbagai pembangunan insfrastruktur bagi kepentingan umum dan bernilai strategis yang sering terkendala akibat sejumlah hambatan dalam penyediaan lahan. Seperti ketidaksesuain lokasi lahan, adanya resistensi penolakan dari masyarakat. Kemudian ketidakjelasan status hak atas tanah, penentuan hak ganti rugi yang tidak menemui titik temu angka, hingga munculnya spekulan.

Terhadap berbagai persoalan soal pertanahan, kata Bamsoet, keberadaan bank tanah amat diperlukan sebagai instrumen pemerintah menjamin ketersediaan tanah bagi kepentingan umum maupun reforma agraria. Di lain sisi, terdapat pandangan kontra yang beranggapan kehadiran bank tanah dikhawatirkan menjadi hal yang sia-sia dan tumpang tindih dengan tugas pokok dan fungsi Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sebab, Kementerian ATR/BPN memiliki tugas dalam urusan pemerintahan di bidang agraria dan pertanahan.

Mantan Ketua DPR itu berpandangan kehadiran bank tanah berpotensi disalahgunakan untuk melegitimasi penguasaan tanah masyarakat adat yang belum memiliki status kepastian hukum. Malahan berpotensi meningkatkan eskalasi konflik agraria. Setidaknya, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara mencatat pada tahun 2021 terdapat 13 laporan kasus perampasan wilayah adat dengan total luas 251 ribu hektar dan berdampak pada 103 ribu jiwa.

Malahan Konsorsium Pembaruan Agraria pun mencatat, sepanjang tahun 2020, terjadi 241 kasus konflik agraria dengan korban terdampak sebanyak lebih dari 135 ribu kepala keluarga. Termasuk korban kekerasan 169 orang, 11 orang diantaranya meninggal dunia. Dalam kurun waktu 2015 hingga 2020, jumlah konflik agraria di tanah air mencapai angka 2.288 kasus.

Tags:

Berita Terkait