Kewajiban Notaris Melaporkan Transaksi Mencurigakan Dinilai Kurang Tepat, Begini Alasannya
Utama

Kewajiban Notaris Melaporkan Transaksi Mencurigakan Dinilai Kurang Tepat, Begini Alasannya

Landasan hukum dan patokan wajib lapor setiap transaksi keuangan mencurigakan masih dipertanyakan kalangan notaris.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Peraturan perundang-undangan di Indonesia mengenal rahasia jabatan. Setiap pengemban jabatan itu harus memegang teguh amanah kerahasiaan karena jika rahasia itu dibuka bisa berimplikasi pidana kepada sang pejabat. Tetapi suatu kerahasiaan tidak bersifat permanen. Bisa saja suatu rahasia harus dibuka karena ada pengecualian dari Undang-Undang lain.

Probematika itulah yang sedang dihadapi kalangan notaris di Indonesia. Di satu sisi, notaris wajib memegang rahasia jabatan, seperti disebut dalam Pasal 16 ayat (1) huruf f UU No. 30 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan UU No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Di sini disebutkan: “Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain”.

Di sisi lain, ada UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), yang mengharuskan profesi gate keeper seperti notaris, advokat dan akuntan publik, melaporkan setiap transaksi keuangan mencurigakan. Kewajiban ini dipertegas lagi dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; dan Peraturan Kepala (Perka) PPATK  No. 11 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Profesi. Seperti profesi lain, notaris diwajibkan menerapkan prinsip ‘Mengenali Pengguna Jasa’ (know your customer-KYC).

(Baca juga: Ini Pihak-Pihak Wajib Lapor PPATK Terkait Transaksi Mencurigakan).

Masalah ini pula yang mendapat perhatian Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM, Freddy Haris, saat berbicara pada seminar nasional yang dilaksanakan Ikatan Alumni Notariat Fakultas Hukum UI di Jakarta, Sabtu (29/7). “Apakah UU TPPU itu merupakan lex specialis terhadap jabatan (notaris) ini atau tidak?” ujarnya dengan nada tanya.

Freddy bahkan mempertanyakan hal esensial: apakah notaris itu jabatan atau profesi? Menurut dia, pada dasarnya notaris bukanlah profesi. Dengan pandangan ini maka seharusnya notaris dikecualikan dari kewajiban lapor kalangan professional lainnya. Selama ini ada kekeliruan penggunaan istilah dalam perundang-undangan, termasuk dalam UUJN. Notaris jelas adalah Pejabat Umum yang mewakili negara dan bukan profesi. Judul UUJN pun menggunakan kata ‘jabatan’. “Jadi jelas aturannya, Notaris sebagai wakil negara,” kata Freddy.

(Baca juga: Tak Ada Maksud PP Buka Rahasia Profesi).

Meskipun begitu ia mengakui UUJN sendiri tidak konsisten karena juga menggunakan kata ‘profesi’. Misalnya pada bagian menimbang UUJN, disebutkan notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi. Pasal Pasal 1 angka 1 UUJN menyebut notaris adalah pejabat umum, sementara  Pasal 1 angka 5 mendefinisikan Organisasi notaris adalah organisasi profesi jabatan.

Lepas dari penggunaan istilah itu, kata Freddy, yang lebih penting adalah layanan notaris tidak bisa disamakan dengan layanan jasa keuangan seperti perbankan yang menerapkan prinsip KYC. “Jadi nggak ada namanya KYC di notaris sebenarnya,” tegasnya.

(Baca juga: Kewajiban Lapor untuk Lindungi Profesi Gatekeeper).

Tetapi dalam rezim UU TPPU, prinsip KYC dikenal. Dengan demikian notaris pun diharuskan menggunakan prinsip itu saat bertemu penghadap selaku pengguna jasa. Apakah dengan demikian notaris dikecualikan sepenuhnya dari kewajiban mencegah TPPU? Freddy tidak menolak anggapan bahwa semua pejabat negara dan pejabat umum punya kewajiban mencegah TPPU. Cuma, cara pelaksanaan kewajiban itu harus tepat. Dalam hal notaris, Freddy tak yakin cara-cara perbankan dan jasa keuangan bisa diterapkan kepada kalangan notaris. Kalau begitu, harus ada jalan keluar. “Kita akan link-kan ke bank. Misalnya penghadapnya klien dari bank mana, lebih mempermudah,” tambahnya.

Usul ini mengacu pada praktek bahwa penghadap yang membuat akta biasa menggunakan transaksi pembayaran dengan rekening perbankan. Sehingga keharusan mengenali profil penghadap yang dicurigai bisa memanfaatkan data pada perbankan. “Nanti juga dibuat aturan rekening escrow, supaya bisa dicegah, tinggal tanya ke bank langsung,” kata Freddy.

Rekening escrow adalah rekening bersama dari pihak ketiga antara Notaris dan penghadap yang berfungsi sebagai penampung sementara dana pembayaran jika notaris membantu transaksi keuangan untuk kepentingan atau untuk dan atas nama penghadap dalam hal-hal yang potensial mencurigakan.

Tidak Aplikatif
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Romli Atmasasmita, berpendapat PP No. 43 Tahun 2015 sulit untuk dijalankan di lapangan. Apalagi ada sanksi balik kepada notaris. Di satu sisi notaris diwajibkan melapor, tetapi di sisi lain tak ada insentif yang diberikan kepada notaris yang sudah melapor. “Tidak ada insentifnya, padahal sudah menambah kerjaan,” katanya saat diwawancarai hukumonline usai acara.

Berdasarkan Perka PPATK No. 11 Tahun 2016 pasal 23 ayat 1 membatasi jangka waktu pelaporan trasaksi yang mencurigakan dari penghadap selama 3 hari sejak sejak diketahui. Selain jangka waktu yang singkat, masih ada ancaman sanksi administratif yang bisa dikenakan oleh PPATK kepada notaris. Mulai dari teguran tertulis; pengumuman kepada publik mengenai tindakan atau sanksi; hingga denda administratif. Toh, tidak disebutkan besaran denda yang dapat dikenakan.

Wakil Ketua Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia (INI), Pieter Latumeten, mengatakan PP No. 43 Tahun 2015 dan Perka PPATK No. 11 Tahun 2016 tidak memberikan patokan yang jelas dan aman bagi notaris terkait transaksi keuangan mencurigakan seperti apa yang harus membuat notaris melapor ke PPATK. “Didetilkan saja kalau memang harus juga dilakukan,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait