Kewenangan DPR Pilih Hakim Agung Kembali Dipersoalkan
Berita

Kewenangan DPR Pilih Hakim Agung Kembali Dipersoalkan

Majelis sarankan permohonan ubah petitum permohonan dengan cara membatalkan frasanya atau diputus secara bersyarat.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit

Untuk itu, pemohon meminta MK membatalkan Pasal Pasal 8 ayat (1), (2), (3) dan ayat (4) dalam UU MA karena bertentangan dengan Pasal 24A ayat (3) UUD 1945.

Menanggapi permohonan, anggota panel Maria Farida Indrati mengingatkan jika pasal yang dimohonkan dicabut akan terjadi kekosongan hukum, sehingga tidak ada ketentuan yang mengatur tentang tata cara pemilihan hakim agung.

“Kalau pasal itu dibatalkan bagaimana cara memilih hakim agung karena tidak ada aturannya? Ini harus dipikirkan kembali,” kritik Maria.

Anggota panel lainnya, M. Akil Mochtar menyarankan argumentasi pertentangan normanya harus diperdalam karena argumentasi permohonan dinilai masih bersifat umum. Selain itu, permohonan ini dimulai dengan adanya kerangka dasar check balances, adanya saling mengkontrol antar lembaga negara. Lalu, melahirkan kewenangan DPR untuk merekrut pejabat-pejabat publik lainnya.

“Karena undang-undang menentukan formula tiga banding satu, proses persetujuan itu diwujudkan dalam bentuk memilih. Letak pertentangannya dengan UUD 1945 secara normal belum jelas, ini yang harus dijelaskan, makanya kerangka berpikirnya harus dimulai dari check balances,” saran Akil.

Soal permintaan pembatalan pasal, kata Akil, harus dipikirkan kembali karena akan terjadi kekosongan hukum jika permohonan ini dikabulkan. “Ini harus dipikirkan kembali kalau pasal itu dibatalkan, seharusnya apa frasanya yang dibatalkan atau diputus secara bersyarat, karena MK tetap harus memberi landmark decision (jalan hukum) jika pengujian ini dikabulkan.”

Sebelumnya, sejumlah LSM juga telah mempersoalkan kewenangan DPR untuk memilih seleksi calon hakim agung seperti termuat dalam Pasal 8 ayat (2), (3), (4), (5) UU MA dan Pasal 18 ayat (4) UU KY. Menurut Koalisi, makna “pemilihan” dalam pasal-pasal itu tidak sejalan dengan Pasal 24A ayat (3) UUD 1945 yang rumusannya berbunyi ‘DPR memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan KY.’

Tags: