Kewenangan Penyadapan Kejaksaan Harus Diatur Ketat dan Terukur
RUU Kejaksaan

Kewenangan Penyadapan Kejaksaan Harus Diatur Ketat dan Terukur

Ada usulan dua opsi, melengkapi aturan penyadapan dalam RUU Kejaksaan atau menyelesaikan pembahasan RUU Penyadapan terlebih dahulu.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

“Kewenangan ini perlu pengawasan ketat sejak mulai melakukan penyadapan. Sebelum menyadap diharuskan mengantongi izin terlebih dahulu dari satu lembaga. Mekanisme dan prosedur perizinan pun perlu diatur secara ketat agar kewenangan penyadapan tidak dilakukan secara serampangan.”

Dalam kesempatan ini, Fajri memberikan dua pilihan. Pertama, kewenangan penyadapan bagi jaksa perlu diatur secara menyeluruh dalam draf RUU Kejaksaan. Sejak mulai batasan penggunaan kewenangan penyadapan, prosedur, hingga keterlibatan lembaga terkait dalam melaksanakan penyadapan.

Kedua, DPR dan pemerintah merampungkan terlebih dahulu penyusunan dan pembahasan RUU tentang Penyadapan. Keberadaan RUU Penyadapan merupakan amanat dari tiga putusan MK yang satu dengan lainnya saling menguatkan. Misalnya, Putusan MK Nomor 006/PUU-I/2003 tanggal 29 Maret 2004; Putusan MK Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 tanggal 18 Desember 2006; dan Putusan MK Nomor 5/PUU-VIII/2010 tanggal 24 Februari 2011.

“Putusan MK itu mengamanatkan penyadapan harus diatur dalam UU tersendiri dan inisiatifnya sudah didorong DPR, sehingga konsepsi RUU harus diselesaikan terlebih dahulu dulu,” ujarnya.

Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) ini melanjutkan, substansi yang perlu dilakukan bukan hanya siapa yang berhak memiliki kewenangan penyadapan, tapi bagaimana prosedur, dampak dan batasan kewenangannya. Bila telah detail diatur mekanisme prosedur, beranjak ke tahapan selanjutnya soal lembaga mana yang bakal dibekali atau ditambah kewenangan penyadapan.

“Itu dulu yang seharusnya diselesaikan pembahasannya. Ketika DPR bersama presiden sebagai pembentuk UU sudah menyepakati mekanismenya, baru beranjak siapa lembaga yang bisa menggunakan kewenangan itu,” katanya.

Anggota Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Syahar Banu menolak kewenangan penyadapan di luar sistem peradilan pidana. Dia mengusulkan rumusan norma dalam Pasal 30C huruf k RUU Kejaksaan agar dihapus. Menurutnya, tindakan penyadapan sebagai bentuk pembatasan hak konstitusional seorang warga negara boleh dilakukan dalam sistem peradilan pidana. Bila penyadapan dilakukan penyidik (atau penuntut umum, red) setelah mengantongi izin dari ketua pengadilan, maka diperbolehkan.

Menurutnya, dengan adanya izin dari ketua pengadilan ada proses check and balance terhadap tindakan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum. Seperti yang berlaku dalamUU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika;UU No.17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara; danUU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Tags:

Berita Terkait