Kewenangan Penyidikan Tindak Pidana Khusus dalam RUU KUHP
Kolom

Kewenangan Penyidikan Tindak Pidana Khusus dalam RUU KUHP

Masalah kewenangan Kejaksaan, KPK, dan BNN dalam melakukan penyidikan tindak pidana khusus yang diatur dalam RUU KUHP dan semoga tidak terdapat tafsir yang keliru ke depannya.

Begitupun dengan KPK hanya dapat melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana koprusi yakni tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi (vide Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 1 angka 3 UU KPK).

BNN pun demikian, dalam UU Narkotika mengatur bahwa dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran Narkotika dan Prekursor Narkotika, dengan undang-undang ini dibentuk BNN (vide Pasal 64 ayat (1) UU Narkotika). Apabila hal ini tidak diluruskan maka berpotensi menjadi bahan gugatan praperadilan, eksepsi, ataupun pledoi, yang tentunya menghambat proses penegakan hukum terhadap tindak pidana khusus tersebut yang dilakukan masing-masing lembaga tersebut. Oleh karena itu, Penulis merasa perlu untuk memperjelas hal tersebut.

Dalam Bab Tindak Pidana Khusus, Pasal 624 RUU KUHP mengatur “pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan dalam Bab tentang Tindak Pidana Khusus dalam Undang-Undang ini dilaksanakan oleh lembaga penegak hukum berdasarkan tugas dan kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang masing-masing”. Dari rumusan ini belum menjawab permasalahan legitimasi Kejaksaan, KPK, dan BNN untuk melakukan penyidikan tindak pidana khusus tersebut dikarenakan dalam undang-undang masing-masing mengatur secara restriktif hanya berwenang melakukan penyidikan tindak pidana yang diatur dalam UU Tipikor, UU Pengadilan HAM, UU Pemberantasan Korupsi, UU Narkotika, dan bukannya tindak pidana khusus yang diatur dalam RUU KUHP.

Untuk mencermati makna Pasal 624 RUU KUHP, mari melihat penjelasan pasal tersebut. Dalam Penjelasan Pasal 628 RUU KUHP menjelaskan bahwa “yang dimaksud dengan “lembaga penegak hukum” misalnya, lembaga yang menyelenggarakan pemberantasan tindak pidana narkotika, selain menangani tindak pidana narkotika yang diatur dalam Undang-Undang mengenai narkotika, juga menangani tindak pidana narkotika yang diatur dalam Undang-Undang ini. Demikian juga lembaga yang menyelenggarakan pemberantasan tindak pidana korupsi, selain menangani tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi, juga menangani tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang ini”.

Dari rumusan penjelasan Pasal 624 RUU KUHP ini maka dapat diartikan bahwa Kejaksaan dapat melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Pemberantasan Korupsi dan tindak pidana HAM berat yang diatur dalam UU Pengadilan HAM, juga dapat melakukan penyidikan tindak pidana korupsi dan tindak pidana HAM berat yang diatur dalam RUU KUHP. Begitupun dengan BNN dan KPK, BNN dapat melakukan penyidikan tindak pidana narkotika yang diatur dalam UU Narkotika dan tindak pidana narkotika yang diatur dalam RUU KUHP. KPK dapat melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Pemberantasan Tindak Korupsi dan tindak pidana korupsi yang diatur dalam RUU KUHP. Hal tersebut pun juga berlaku terhadap tindak pidana pencucian uang.

Meskipun penegasan kewenangan Kejaksaan, KPK, dan BNN dalam melakukan penyidikan tindak pidana khusus yang diatur dalam RUU KUHP diatur dalam penjelasan pasal, namun ingat bahwa dalam Bagian I Umum pada Penjelasan Umum RUU KUHP menjelaskan bahwa “Penjelasan umum dan Penjelasan pasal demi pasal dalam Undang-Undang ini merupakan tafsir resmi atas norma tertentu dalam batang tubuh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh sehingga tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud. Untuk itu, penjelasan dalam Undang-Undang ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pasal dalam batang tubuh yang mendeskripsikan maksud dan makna yang terkandung dalam pasal tersebut”.

In casu, penjelasan Pasal 624 RUU KUHP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Pasal 624 RUU KUHP yang mendeskripsikan maksud dan makna yang terkandung dalam Pasal 624 RUU KUHP tersebut. Dengan demikian, jelas dan lengkaplah masalah kewenangan Kejaksaan, KPK, dan BNN dalam melakukan penyidikan tindak pidana khusus yang diatur dalam RUU KUHP dan semoga tidak terdapat tafsir yang keliru ke depannya.

*)Dr. Muh. Ibnu Fajar Rahim, S.H., M.H., Jaksa pada Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait