KI Sebagai Jaminan Utang, Perbankan Diingatkan Terapkan Prinsip Kehati-hatian
Utama

KI Sebagai Jaminan Utang, Perbankan Diingatkan Terapkan Prinsip Kehati-hatian

Dalam hal ini, agunan hanya merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan bank dalam pemberian kredit, dan agunan yang dapat diterima sebagai jaminan kredit merupakan keputusan bank berdasarkan penilaian atas debitur atau calon debitur.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
KI Sebagai Jaminan Utang, Perbankan Diingatkan Terapkan Prinsip Kehati-hatian
Hukumonline

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae menyatakan pihaknya mendukung implementasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai salah satu objek jaminan utang. Namun, dia mengingatkan agar penerapannya tetap memprioritaskan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang baik di sektor jasa keuangan.

Prinsip kehati-hatian tersebut sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan serta POJK No.42/POJK.03/2017 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan atau Pembiayaan Bank bagi Bank Umum. Dalam penerapannya, bank dalam memberikan kredit wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

“Dalam hal ini, agunan hanya merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan bank dalam pemberian kredit, dan agunan yang dapat diterima sebagai jaminan kredit merupakan keputusan bank berdasarkan penilaian atas debitur atau calon debitur,” ungkap Dian, Selasa (6/9).

Baca Juga:

Selain itu, dia memaparkan POJK Kualitas Aset tidak membatasi jenis agunan yang dapat diterima oleh bank secara bisnis atau di luar kepentingan perhitungan PPKA. Dengan demikian, bank dapat menerima agunan berupa KI dalam pemberian kredit sepanjang bank telah meyakini kemampuan membayar debitur berdasarkan prinsip 5C yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition.

Mengingat pentingnya penerapan prinsip kehati-hatian pada bisnis perbankan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan, Dian menilai perlunya kerjasama pemerintah, instansi terkait, dan industri untuk mempersiapkan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Kerja sama tersebut perlu dilakukan sebelum berlakunya PP 24/2022 atau satu tahun sejak diundangkan. Hal yang perlu menjadi perhatian yaitu valuasi KI serta ketersediaan pasar dalam hal agunan KI dilikuidasi oleh bank.

Pengawasan Individual Bank

Dian mengatakan OJK akan terus membangun sistem perbankan yang berintegritas sebagai fundamental dalam menciptakan stabilitas perbankan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Sistem pengawasan yang responsif terhadap tantangan dan perubahan ekosistem keuangan global akan terus dikembangkan. Pengawasan terhadap individual bank dengan mengedepankan early warning system menjadi penekanan ke depan. Perlindungan terhadap nasabah juga merupakan prioritas dengan tetap memastikan kepastian hukum bagi perbankan dan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Dian mengatakan OJK melihat kembali business process dalam regulasi, perizinan, dan pengawasan. OJK akan memberikan ruang yang cukup kepada perbankan untuk melakukan inovasi dan penyesuaian (adjustment) dalam menghadapi ekosistem yang berubah dari waktu ke waktu dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian. OJK akan melakukan intervensi apabila diperlukan (creative intervention) untuk memastikan penerapan Governance Risk Compliance (GRC), integritas, dan tingkat kesehatan bank.

Perbankan juga diminta terus waspada mengamati risiko-risiko yang terkait dengan serangan siber, kejahatan ekonomi yang semakin canggih, risiko perubahan iklim (climate related risk), perkembangan digitalisasi, geopolitical tension, dan ketidakpastian global.

Tags:

Berita Terkait