Kilas Balik Polemik UU Cipta Kerja Sepanjang 2020-2021
Kaleidoskop 2021

Kilas Balik Polemik UU Cipta Kerja Sepanjang 2020-2021

Polemik UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terjadi sejak proses pembentukan pada tahun 2020 hingga setelah putusan MK.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 7 Menit

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, mencatat kendati pandemi belum berakhir dan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah, tapi penggusuran dan penangkapan terhadap petani terus terjadi. Bahkan petani dilarang menyampaikan aspirasi kepada DPR dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional pada 24 September 2020 lalu.

Menurut Dewi, persoalan yang dihadapi petani dan program reforma agraria semakin terancam jika RUU Cipta Kerja disahkan. Misalnya, RUU Cipta Kerja mengamanatkan pembentukan bank tanah. Pengaturan ini sangat bertentangan dengan konsep reforma agraria. Menurutnya, tidak mungkin kebutuhan tanah untuk reforma agraria disandingkan dengan kebutuhan tanah bagi investor dan pemilik modal.

Setelah pemerintah dan DPR menyelesaikan pembahasan RUU Cipta Kerja dan DPR mengesahkannya dalam rapat paripurna 5 Oktober 2020, berbagai organisasi masyarakat sipil menggelar demonstrasi nasional 6-8 Oktober 2020. Setelah UU No.11 Tahun 2020 terbit berbagai elemen masyarakat sipil mengajukan permohonan pengujian ke MK baik uji formil dan materil. [Baca: Tolak RUU Cipta Kerja, Koalisi Serukan Aksi Nasional]

Lalu, MK menerbitkan putusan terhadap pengujian UU No.11 Tahun 2020 pada Kamis 25 November 2021. Hasilnya, dari 12 permohonan baik uji formil dan/atau materiil, hanya 1 permohonan yang dikabulkan sebagian yakni pengujian formil perkara No.91/PUU-XVIII/2020. Permohonan lainnya dinyatakan tidak dapat diterima karena telah kehilangan objek.

Putusan itu membawa babak baru pelaksanaan UU No.11 Tahun 2020 karena MK menyatakan beleid itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat selama belum diperbaiki atau inkonstitusional bersyarat. Pemerintah dan DPR diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun setelah putusan dibacakan. Putusan MK ini belum mengakhiri polemik UU No.11 Tahun 2020, tapi malah semakin memperpanjang karena putusan itu ditafsirkan beragam oleh banyak pihak. Misalnya, Presiden Joko Widodo menyatakan secara resmi beleid ini masih berlaku dan memerintahkan jajarannya untuk segera melakukan perbaikan sebagaimana amanat putusan MK.

Tapi sebagian kalangan seperti akademisi menilai UU No.11 Tahun 2020 masih memiliki daya laku, tapi tidak punya daya ikat karena telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Prof Maria Sumardjono meminta semua pihak untuk mematuhi Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 mengenai uji formil UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang masih menuai polemik di masyarakat lantaran memunculkan beragam tafsir. Dia melihat sedikitnya ada 3 pandangan yang berkembang di masyarakat menyikapi putusan MK tersebut. [Baca: Guru Besar FH UGM: UU Cipta Kerja Miliki Daya Laku, Tapi Tak Punya Daya Ikat]

Pertama, ada kelompok yang menganggap putusan MK itu “biasa saja,” sikapnya cenderung reaktif dan defensif. Pemahaman terhadap putusan sifatnya tekstual, hanya membaca amar putusan. Sehingga jika amar itu tidak menyebut secara eksplisit, maka tidak dijalankan dan orientasinya pragmatis-praktis untuk segera keluar dari masalah. Fokusnya hanya perbaikan formal UU No.11 Tahun 2020.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait