Kisah Perjuangan Soepomo dan Konsep Negara Integralistik
Tokoh Hukum Kemerdekaan

Kisah Perjuangan Soepomo dan Konsep Negara Integralistik

​​​​​​​Mendapat kepercayaan di bidang hukum dari Pemerintahan Hindia Belanda, tak membuat Soepomo ‘buta’ akan keadaan rakyat Indonesia yang terbelenggu oleh kebodohan dan kesengsaraan.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 5 Menit

Di Negeri Kincir Angin tersebut, Soepomo bergabung dengan organisasi Indonesische Vereniging yang kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia pada 1922. Melalui organisasi inilah para pelajar dan mahasiswa Indonesia menyalurkan perasaannya dalam bentuk gerakan menuju kemerdekaan bangsanya.

Tapi di satu sisi, pemerintah Kolonial Belanda saat itu membuat serangkaian aturan yang melarang orang berkumpul dan berserikat dalam kegiatan politik. Hal ini juga yang menyebabkan sejumlah tokoh nasional sempat dijebloskan ke penjara. Soekarno misalnya, pernah masuk penjara Sukamiskin, Bandung hingga Ende dan Bengkulu. Nama lainnya ada Hatta, Sutan Syahrir, Amir Syarifuddin, Sayuti Melik, dan lainnya.

Baca:

Teori Integralistik

Pada tahun 1942 di masa pendudukan Jepang, Soepomo melakoni peran baru sebagai Mahkamah Agung (Saikoo Hoin) dan anggota Panitia Hukum dan Tata Negara. Tak lama berselang, ia diangkat menjadi Kepala Departemen Kehakiman (Shijobuco). Soepomo menerima pekerjaan tersebut karena saat itu para pejuang memilih tak melawan dan kooperatif dengan militer Jepang yang keras. Janji Jepang yang ketika itu ingin membebaskan Indonesia dari belenggu penjajahan, justru berkata sebaliknya. Keberadaan Jepang semakin membuat kehidupan rakyat Indonesia memburuk.

Pada tahun 1944 Jepang terjepit dalam Perang Dunia II. Dengan kondisi itu, para pejuang termasuk Soepomo khawatir Jepang ingkar janji akan memberikan kemerdekaan kepada Bangsa Indonesia. Namun, Jepang ternyata berusaha menepati janjinya dengan membuat suatu badan yang bertugas mempersiapkan dan merancang berdirinya negara yang merdeka dan berdaulat. (Baca: Alasan Soepomo Menolak ‘Banding Undang-Undang’ ke Balai Agung)

Pada 26 April 1945 terbentuklah Dokoritsu Zyumbi Coosakai atau dikenal dengan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Soepomo, bersama Bung Karno, Bung Hatta, AA Maramis, Abdul Wahid Hasyim, dan Moh Yamin ada di dalamnya. Masing-masing mengemukakan pendapatnya soal pemikiran untuk menjadi dasar negara.

Di hadapan sidang resmi pertama BPUPKI pada 29 Mei-1 Juni 1945, Soepomo mengusulkan lima asas negara yaitu persatuan, mufakat dan demokrasi, keadilan sosial, kekeluargaan dan musyawarah. Tak hanya tentang asas negara, pada 31 Mei 1945 Soepomo juga didapuk untuk menuturkan beberapa teori tentang negara.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait