KKAI Distribusikan Kartu Tanda Pengenal Advokat pada Bulan Maret
Utama

KKAI Distribusikan Kartu Tanda Pengenal Advokat pada Bulan Maret

Salah seorang pembaca hukumonline dengan nada jengkel menanyakan soal kartu tanda pengenal advokat yang sudah lama dijanjikan Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI), namun hingga kini belum jelas nasibnya. Dalam suratnya, ia menyatakan kecewa dengan para pimpinan KKAI yang dianggapnya tidak becus mengurusi masalah kartu anggota tersebut.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
KKAI Distribusikan Kartu Tanda Pengenal Advokat pada Bulan Maret
Hukumonline

Harry mengatakan bahwa dari total 14 ribu kartu tanda advokat yang akan dibuat, KKAI baru menyelesaikan sebanyak lima ribu kartu. Hambatannya, kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) itu, karena masih ada sekitar tiga ribu orang yang berkas-berkasnya masih bermasalah. Alhasil, hanya sekitar 11 ribu pendaftar saja yang berkas-berkasnya benar-benar dianggap "clean" oleh KKAI.

Meski demikian, Harry menambahkan, hambatan tersebut tidak akan membuat pembagian kartu pengenal advokat menjadi tertunda lebih lama lagi. "Kami harapkan pertengahan Maret sudah bisa mulai didistribusikan. Sambil menunggu yang sisa, itu sudah mulai bisa didistribusikan," jelas Harry yang ditemui di sela-sela lokakarya "The Indonesia Advocate's Law of Conduct: Steps Towards Enforcement".

Merujuk pada keterangan salah satu seorang Koordinator KKAI, Denny Kailimang, pendistribusian kartu tanda pengenal advokat akan dilakukan melalui DPC-DPC masing-masing organisasi advokat di seluruh daerah. Semula, KKAI menargetkan untuk mendistribusikan kartu tanda pengenal advokat itu pada Januari 2004.

Advokat non litigasi

Sementara itu, ketika ditanyakan mengenai perihal status konsultan hukum sebagai advokat pasca verifikasi, Harry menjelaskan bahwa sementara ini KKAI telah menyepakati bahwa untuk konsultan hukum yang tidak mempunyai ijin dari Menkeh ataupun Pengadilan Tinggi (PT) tidak perlu tanda pengenal advokat.

"Konsultan hukum itu ada dua, satu yang punya ijin praktek baik dari Menkeh atau dari Ketua PT. Tentunya kalau mereka boleh praktek di pengadilan. Jadi, boleh juga jadi advokat litigasi. Tetapi, teman-teman yang memang selama ini praktek sebagai advokat non litigasi itu memang kita daftar juga, tapi kemudian ada pembatasan bahwa hanya pada non litigasi," terang Harry.

Untuk itu, Harry mengungkapkan bahwa KKAI berencana akan mempublikasikan lewat website dan juga pengadilan-pengadilan nama-nama advokat yang sudah memiliki ijin. "Sesuai dengan UU (Advokat) kami diwajibkan untuk mengirimkan buku daftar anggota kepada Mahkamah Agung. Jadi, daftar mereka yang boleh berpraktek dan tidak boleh ada di situ," papar Harry.

3,5 miliar

Masih terkait soal kartu tanda pengenal advokat, Sekretaris Jenderal Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI) Suhardi Somomoeljono mewanti-wanti KKAI agar berhati-hati dalam mengelola uang para anggota. Apalagi, lanjut Suhadi, saat ini KKAI bukanlah badan hukum, namun sudah mengurusi uang yang jumlahnya miliaran.

"Seharusnya kami berdelapan organisasi advokat itu berkumpul membahas organisasi advokat yang permanen. Bukan membahas uang anggota, kartu anggota. Ini sekarang ngurusi duit, itukan repot nanti kalau tidak hati-hati. Apalagi uang yang masuk ini sudah miliaran. Mungkin 2-3 miliar atau lebih," cetus Suhardi.

Menurut keterangan Harry, biaya daftar ulang sebesar Rp 500 ribu per orang, separuhnya (Rp 250 ribu) digunakan untuk pengeluaran pada masing-masing organisasi (total delapan organisasi). Sedangkan, sisanya digunakan untuk proses di KKAI. Maka jika dijumlah, total dana yang dikelola KKAI adalah sekitar Rp 3,5 miliar (Rp 250 ribu x 14 ribu orang).

Harry mengatakan bahwa KKAI akan meminta kepada auditor independen untuk mengaudit penggunaan dana dalam proses daftar ulang advokat. Hal yang sama, katanya, sebelumnya dilakukan pula oleh KKAI terhadap pengelolaan dana untuk pelaksanaan ujian pengacara praktek pada 2002. "Waktu itu pertanggungjawaban kami diterima," ucap Harry.

Kekecewaan pembaca tersebut kelihatannya cukup beralasan. Pasalnya, pembaca yang menyebut dirinya "pengangguran banyak acara" ini mengatakan bahwa kartu izin advokat yang ia peroleh dari Menteri Kehakiman sudah mati alias habis masa berlakunya sejak bulan lalu. Sementara, ia mengaku tidak dapat maju ke pengadilan bermodal kartu anggota organisasi.

Ketika dikonfirmasi hukumonline mengenai bagaimana nasib kartu advokat ke KKAI, Sekretaris KKAI Harry Ponto mengakui sampai saat ini KKAI memang belum menuntaskan seluruh kartu tanda pengenal advokat yang totalnya berjumlah 14 ribu lembar tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags: