Klarifikasi Kemenko Perekonomian Soal Draf RUU Omnibus Law yang Tersebar
Berita

Klarifikasi Kemenko Perekonomian Soal Draf RUU Omnibus Law yang Tersebar

Pemerintah tidak akan bertanggungjawab apabila ada draf RUU yang beredar dan dijadikan sumber pemberitaan. Sebelumnya, PSHK mengkritik penyusunan RUU omnibus law sangat minim sampai ke publik.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan pekerja juga menjadi salah satu fokus pemerintah. Dilakukan dengan membentuk Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk pekerja yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK). JKP memberikan manfaat berupa CashBenefit, Vocational Training, atau Job Placement Access.

 

Penambahan manfaat JKP tidak akan menambah beban iuran bagi pekerja dan perusahaan. Pekerja yang mendapatkan JKP tetap akan mendapatkan jaminan sosial lainnya berupa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); Jaminan Hari Tua (JHT); Jaminan Pensiun (JP); dan Ja minan Kematian (JKm). Serta untuk memberikan perlindungan bagi Pekerja Kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT, mereka akan diberikan kompensasi tersendiri jika telah habis masa kontrak kerjanya.

 

Sesmenko menekankan bahwa ke depannya masih akan pembahasan lebih lanjut tentang masing-masing klaster, supaya masyarakat dapat lebih memahami substansi dari Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini sendiri.

 

Tidak Transparan

Kritik mengenai tidak transparannya penyusunan Omnibus Law ini juga pernah disampaikan Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nursyamsi kepada Hukumonline beberapa waktu lalu. Menurut Fajri, informasi terkait penyusunan RUU omnibus law sangat minim sampai ke publik. Jika pun ada informasi yang yang bersumber dari pemerintah, hal itu tidak cukup untuk mengetahui lebih jauh substansi pengaturan pasal-pasal yang diambil dari sekitar 82 Undang-Undang sektoral tersebut. Untuk itu ia menyayangkan perkembangan informasi omnibus law yang terkesan “kedap” dari publik.

 

“Kalau menteri bilang seribu pasal mau dibatalin, pasal yang mana? Jangan-jangan ada hak kami yang terbatasi juga nanti,” ungkap Fajri.

 

Menurut Fajri keterlibatan publik harusnya sudah diikutsertakan sejak awal. Tidak cukup baginya bila publik hanya dikabarkan tentang tujuan dari omnibus law, dan sebagainya. Ada kebutuhan pubik untuk mengetahui lebih jauh susbtansi pasal apa saja yang akan dibatalkan, pasal apa saja yang diintegrasikan ke dalam RUU omnibus, sehingga tidak hanya disampaikan judul RUU-nya saja.

 

Fajri kemudian menyinggung Satuan Tugas bersama yang dibentuk oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang bertugas untuk melakukan konsultasi publik omnibus law. Fajri menilai langkah pemerintah terkait pembentukan satgas tersebut jika ditujukan untuk mempercepat proses pembahasan merupakan sebuah inisiatif yang baik. Namun untuk partisipasi publik, sekali lagi ia menekankan sebagai suatu keharusan.

Tags:

Berita Terkait