Klasifikasi Produk yang Wajib dan Tak Diwajibkan Bersertifikasi Halal
Urgensi Sertifikasi Halal

Klasifikasi Produk yang Wajib dan Tak Diwajibkan Bersertifikasi Halal

Tak hanya komposisi bahan, hal-hal terkait produksi sebuah produk juga harus jelas kehalalannya.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: Bersertifikasi atau ‘Tersisih’ oleh Produk Halal Impor)

 

Ia juga menjelaskan masuknya rekayasa genetika sebagai produk yang wajib sertifikasi halal, soalnya dalam titik kritis pada proses rekayasa genetika terjadi pemisahan dengan menggunakan enzim, plasma-plasma dan ada juga yang menggunakan katalisator dari bahan yang tidak halal. “Itu yang harus kita cek,” katanya.

 

Sebagai catatan penting, Fitriah menyebut untuk jenis produk rekayasa genetika dan produk kimiawi, yang wajib bersertifikat halal hanya yang terkait dengan makanan, minuman, obat atau kosmetik.

 

Diterapkan Bertahap

Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal menyatakan bahwa per 17 Oktober 2019 seluruh produk harus bersertifikat halal bagi yang memenuhi ketentuan sertifikasi halal. Pemerintah memberikan tenggat 5-7 tahun kepada pelaku usaha untuk menerapkan aturan jaminan produk halal (JPH), sejak ketentuan itu diberlakukan pada 17 Oktober 2019.

 

Periode waktu yang diberikan untuk produk selain makanan dan minuman menjadi 17 oktober 2026. Sedangkan untuk makanan dan minuman waktu pengajuan sertifikasinya dibatasi lebih cepat, yakni 5 tahun menjadi 17 Oktober 2024. Khusus untuk produk obat-obatan tertentu dengan kelas risiko tertentu, waktu penahapannya bisa mencapai 10 sampai 15 tahun. Tergantung jenis obat dan risikonya.

 

“Di situ kita beri kesempatan pelaku usaha untuk berproses mengajukan sertifikasi. Jangan sampai nanti mendekati masa time limit-nya habis baru mengajukan, itu nanti bisa dikenakan sanksi,” kata Fitriah.

 

Hukumonline.com

Sumber: Materi Presentasi Kemenag RI

 

Dia menjelaskan bahwa implementasi penahapan ini mempertimbangkan beberapa aspek di antaranya produk-produk yang telah bersertifikasi halal sebelum UU JPH berlaku, masifnya konsumsi atas suatu produk yang tergolong kebutuhan primer, kesiapan pelaku usaha, kesiapan infrastruktur pelaksana jaminan produk halal dan mempertimbangkan juga kondisi produk-produk dengan titik kritis ketidakhalalan yang tinggi.

 

“Untuk obat, produk biologi dan alat kesehatan terkadang memang asal bahan baku halalnya belum ditemukan atau sulit ditemukan. Untuk itu dalam prosedur pentahapannya, bisa ketiga produk itu bahan bakunya belum bersumber dari bahan halal dan/atau cara pembuatannya belum halal, maka tetap dapat beredar dengan catatan harus mencantumkan informasi asal bahan sampai ditemukannya bahan yang halal dan/atau cara pembuatannya halal,” urai Fitriah.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait