KLHK Ingatkan Produsen AMDK Soal Kewajiban Pengelolaan Daur Ulang Sampah Plastik
Terbaru

KLHK Ingatkan Produsen AMDK Soal Kewajiban Pengelolaan Daur Ulang Sampah Plastik

Pada prinsipnya, ada tiga kewajiban mengikat produsen yang diatur dalam Peta Jalan KLHK. Selain membatasi timbulan sampah dari produk gelas dan botol plastik, produsen juga wajib melakukan pendaurulangan dan pemanfaatan kembali produk yang sudah digunakan konsumen.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
KLHK Ingatkan Produsen AMDK Soal Kewajiban Pengelolaan Daur Ulang Sampah Plastik
Hukumonline

Limbah sampah plastik merupakan ancaman serius bagi manusia. Tak hanya merusak lingkungan, limbah sampah plastik berisiko menyebabkan berbagai penyakit mematikan yang menyerang organ tubuh manusia mematikan, seperti kanker.

Besarnya penggunaan plastik dalam keperluan rumah tangga menjadi penyebab tingginya limbah plastik, baik di daratan, lautan, hingga lautan. Bahkan di Kota Bogor saja misalnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh TribuneNews Bogor pada 22-27 September lalu menunjukkan bahwa limbah plastik banyak ditemukan di aliran sungai Ciliwung. Beberapa kategori atau bentuk limbah plastik dimaksud adalah botol air mineral (air minum dalam kemasan), kopi sachet, mie instan, deterjen pewangi dan sabun cuci, shampoo, sabun mandi, dan pasta gigi.

Guna menanggulangi limbah sampah plastik, Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah KLHK Ujang Solihin Sidik, mengatakan bahwa berdasarkan Peta Jalan Pengurangan Sampah KLHK 2020-2029, pemerintah melarang produksi sejumlah item plastik berukuran kecil pada 2029 mendatang. Produk plastik yang secara bertahap harus sudah dihentikan produksinya antara lain kemasan sachet kecil, sedotan plastik di restoran, café dan hotel.

Baca Juga:

“Termasuk juga sedotan plastik yang menempel pada minuman, dan juga  wadah sytrofoam,” kata Ujang Solihin dalam sebuah webinar, Selasa (4/10).

Hal tersebut diatur dalam Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, yang menargetkan pengurangan sampah hingga sebesar 30 persen pada 2030. Menurut Ujang, produsen AMDK juga harus sudah mulai bertanggungjawab, misalnya dengan menarik kembali botol-botol plastik  untuk didaur ulang di bank-bank sampah.

Target pengurangan tersebut dilakukan antara lain dengan mendorong produsen AMDK mengubah desain produk mini menjadi lebih besar  (size up) ke ukuran 1 liter, untuk mempermudah pengelolaan sampah. Selain itu, produsen juga diwajibkan untuk mengimplementasikan mekanisme pertanggungjawaban terhadap produk dalam kemasan plastik yang dijual, saat nantinya produk tersebut menjadi sampah (Extended Producers Responsibility/EPR). Tujuan size up botol dan gelas plastik untuk mempermudah pengelolaan sampah plastik, tidak gampang tercecer dan mudah untuk di daur ulang.

Hal senada disampaikan oleh perwakilan dari Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Idham Arsyad. Dia mendukung kebijakan size out botol AMDK tersebut.

“Botol air mineral itu harus segera dihentikan produksinya (phase out), minimal ukuran botol yang diizinkan di pasaran nantinya hanya yang berukuran 1 liter,” jelasnya.

Berdasarkan data KLHK, total sampah nasional pada 2021 mencapai 68,5 juta ton di mana sebanyak17 persen atau sekitar 11,6 juta ton disumbang oleh sampah plastik seperti gelas plastik (berikut sedotan), dan botol air mineral (AMDK) yang ikut mendongkrak volume sampah plastik. Jumlah tersebut naik dua kali lipat dari satu dekade sebelumnya.

Di samping itu, produksi AMDK gelas plastik tercatat sebesar  10,4 miliar setiap tahun. Pada segmen ini, market leader AMDK berkontribusi pada timbulan 5.300 ton sampah gelas plastik per tahun.

Sampah industri AMDK juga berasal dari  botol plastik yang produksinya mencapai 5,5 miliar botol per tahun. Timbulan sampah botol plastik tercatat 83 ribu ton, atau hampir separuh timbulan sampah plastik industri AMDK. Separuh dari timbulan sampah botol ini merupakan sampah market leader AMDK.

Melihat besarnya sumbangan sampah plastik pada total sampah nasional, upaya size up  dan EPR oleh produsen masih menjadi tantangan implementasi Permen KLHK 75/2019. Hal ini tak lepas dari peranan  produsen besar AMDK yang tampaknya masih mengabaikan pemerintah dengan  memasarkan produk kemasan ukuran di bawah 1 liter. Selain bertahan dengan tidak mengurangi produksi kemasan ukuran di bawah 1 liter, bahkan produsen AMDK juga dengan berani mengeluarkan produk baru kemasan botol ukuran mini 220 ml.

Pada prinsipnya, lanjut Ujang, ada tiga kewajiban  mengikat produsen yang diatur dalam Peta Jalan KLHK. Selain membatasi timbulan sampah dari produk gelas dan botol plastik, produsen juga wajib melakukan pendaurulangan dan pemanfaatan kembali produk  yang sudah digunakan konsumen.

“Produsen punya kewajiban untuk menarik kembali botol-botolnya untuk didaur ulang menjadi botol atau produk lain dan melakukan pemanfaaatkan kembali,” kata Ujang Solihin.

Selain menjaga lingkungan, ada potensi besar dari pendaurulangan sampah plastik ini yakni dari sisi bisnis. Menurut Kasub Dir. Prasarana dan Jasa Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (B3) KLHK Edward Nixon Pakpahan, bisnis daur ulang sampah berpotensi menciptakan 4,4 juta lapangan kerja.

“Bisnis daur ulang yang merupakan bagian dari tren ekonomi sirkular  berpotensi menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru dan menambah PDB  Rp569-638 triliun pada 2030,” kata Nixon.

Dengan membangun ekosistem ekonomi sirkular yang menekankan pada daur ulang sampah, maka sampah bukan lagi dilihat sebagai persoalan, tapi akan dipandang sebagai sumber daya ekonomi baru yang berkelanjutan.

Tags:

Berita Terkait