Koalisi: Putusan PK Kasus Karhutla Kalteng 2015 Memprihatinkan
Terbaru

Koalisi: Putusan PK Kasus Karhutla Kalteng 2015 Memprihatinkan

Ketimbang melakukan PK, pemerintah harusnya melaksanakan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Koalisi akan berupaya melakukan upaya hukum lainnya untuk menindaklanjuti putusan PK.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Presiden RI cq Menteri Dalam Negeri RI cq Gubernur Kalimantan Tengah sebagai pemohon I, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai pemohon II, serta Presiden RI sebagai pemohon III. Putusan itu tercantum dalam perkara No.980/PK/PDT/2022.

Padahal putusan pengadilan tingkat pertama sampai tingkat kasasi memenangkan perkara yang awalnya diajukan oleh koalisi masyarakat sipil. Dalam putusan tingkat pertama dengan nomor perkara 118/PDT.G/LH/2016/PN.PLK pemerintah dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum terkait kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kalimantan Tengah tahun 2015 silam. Putusan itu diperkuat Pengadilan Tinggi Palangkaraya melalui putusan No.36/PDT/2017/PT PLK. Lalu, kasasi yang diajukan pemerintah pun kandas sebagaimana termaktub dalam Putusan No.3555 K/Pdt/2018.

Koalisi tidak mengetahui apa bukti baru yang disampaikan Presiden RI ketika mengajukan PK. Bahkan sampai saat ini laman MA belum memuat salinan putusan PK tersebut. Yang ada hanya bahwa permohonan PK ini terdaftar pada 3 Agustus 2022.    

Anggota koalisi sekaligus salah satu pemohon, Maryati, mengatakan putusan PK ini sangat mengejutkan karena sebelumnya pihak penggugat tidak menerima informasi apapun mengenai adanya pengajuan PK tersebut. Berbeda dengan PK yang sebelumnya diajukan Gubernur Kalimantan Tengah pada tahun 2021 dimana ada pemberitahuan kepada pihak penggugat, sehingga bisa mengajukan jawaban.

“PK tahun 2021 kami menerima informasi berikut dengan bukti apa yang digunakan dalam mengajukan PK. Tapi untuk PK yang terakhir ini kami sama sekali tidak mendapat informasinya, tiba-tiba terbit putusan PK dikabulkan,” kata Maryati dalam konferensi pers, Sabtu (19/11/2022) kemarin.

Mariati mengatakan sampai saat ini belum ada amar putusan yang dijalankan pemerintah. Padahal tujuan gugatan citizen lawsuit yang diajukan koalisi antara lain agar peristiwa serupa tidak berulang dan pemerintah membangun sarana dan fasilitas yang memadai untuk penanganan karhutla seperti RS khusus Paru-Paru. “Alih-alih melaksanakan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap pemerintah malah mengajukan PK,” ujarnya.

Penggugat lainnya, Arie Rompas, mengatakan prihatin dengan putusan PK ini. Apalagi belakangan ada 2 hakim agung yang ditangkap KPK, menunjukan korupsi menjadi masalah serius dalam lembaga peradilan. Tercatat tahun 2021, Gubernur Kalimantan Tengah dan KLHK sudah mengajukan PK, dan pihak penggugat menerima informasi tentang pengajuan PK tersebut. Tapi untuk PK yang diajukan terakhir oleh Presiden RI ini tidak ada informasi yang diterima pihak penggugat. Pihak penggugat mengetahui dikabulkannya PK itu dari pemberitaan di media.

Tags:

Berita Terkait