Koalisi Berharap Pemerintah Tidak Ajukan Kasasi Kasus Putusan CLS Pencemaran Udara
Utama

Koalisi Berharap Pemerintah Tidak Ajukan Kasasi Kasus Putusan CLS Pencemaran Udara

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan para tergugat telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yakni lalai tidak menjalankan kewajibannya dalam pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi putusan
Ilustrasi putusan

Koalisi Masyarakat Sipil dan Tim Advokasi Gerakan Ibukota (Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta) bernafas lega setelah Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No.549/PDT/2022/PT DKI memperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta No.374/Pdt.G/LH/2019/PN Jkt Pst. Putusan yang diketok Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta H. Abdul Fattah sebagai Ketua dengan anggota H. Mohammad Lutfi, dan Dr Marsudin Nainggolan sebagai anggota itu intinya menyatakan para tergugat terbukti telah melakukan perbuatan hukum.

“Yaitu telah lalai tidak menjalankan kewajibannya dalam pemenuhan hak atas baik dan sehat, yang mengakibatkan kualitas udara di DKI Jakarta menjadi buruk,

sehingga menimbulkan kerugian bagi Para Penggugat dan masyarakat DKI Jakarta, diantaranya timbulnya berbagai penyakit yang berhubungan dengan pencemaran udara,” begitu sebagian kutipan pertimbangan putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta yang diucapkan dalam sidang terbuka, Senin (17/10/2022) lalu.

Baca Juga:

Dalam pertimbangannya, Majelis menilai memori banding yang diajukan oleh para pembanding tidak ada hal-hal yang dapat membatalkan putusan majelis hakim tingkat pertama. Sedangkan kontra memori banding yang diajukan terbanding pada intinya memohon putusan PN Jakarta Pusat dikuatkan. Begitu juga dengan kontra memori banding yang diajukan oleh turut terbanding.

Permohonan banding itu diajukan Presiden RI (sebelumnya sebagai tergugat I), Menteri Kesehatan (tergugat II), Menteri Dalam Negeri (tergugat III), dan Menteri Kesehatan (tergugat IV). Ada berbagai alasan yang digunakan para pemohon banding untuk membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat antara lain judex factie dinilai salah menerapkan hukum dalam memahami dan memaknai objek sengketa Tata Usaha Negara.

Ada juga alasan dalam memori banding dimana judex factie dianggap melanggar Pasal 178 ayat (2) Hir/189 ayat (2) Rbg dan Pasal 50 UU Kekuasaan Kehakiman, karena menjatuhkan putusan yang tidak cukup pertimbangan (Niet Voldoende Gemotiveerd). Walau dalam amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima permohonan banding dari para pembanding yang semula sebagai tergugat I-IV, tapi Majelis menilai berbagai alasan pembanding tidak ada hal-hal yang dapat membatalkan putusan majelis hakim tingkat pertama.

Tags:

Berita Terkait