Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pemerintah Benahi Tata Kelola Tambang
Berita

Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pemerintah Benahi Tata Kelola Tambang

Pemerintah perlu melakukan moratorium terhadap segala penerbitan izin tambang mineral dan batu bara, serta minyak dan gas.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi usaha pertambangan. Foto: RES
Ilustrasi usaha pertambangan. Foto: RES

Sejumlah organisasi masyarakat sipil memperingati hari anti tambang setiap 29 Mei. Koordinator Jatam Merah Johansyah mengatakan tepat 13 tahun lalu semburan lumpur Lapindo mulai menenggelamkan pemukiman penduduk, area persawahan dan lahan serta sejumlah pabrik di sekitar area eksplorasi PT Lapindo Brantas, di Sidoarjo, Jawa Timur. Kasus ini merupakan kejahatan terhadap lingkungan hidup dan kemanusiaan terbesar yang terjadi dalam industri tambang di era reformasi. Sedikitnya 10 desa tenggelam dan 22 ribu penduduk terpaksa mengungsi.

 

Merah menilai secara umum tata kelola di sektor tambang sangat buruk dan salah urus mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Pemerintah tidak punya perencanaan yang baik bagaimana mengelola sektor tambang. Hal ini terlihat dari banyaknya perizinan yang saling tumpang tindih. Pemerintah juga tidak punya rencana yang jelas berapa batas area pertambangan di seluruh Indonesia. Jatam mencatat 44 persen daratan Indonesia sudah dikavling izin tambang.

 

Jatam mencatat sampai saat ini lebih dari 9 ribu izin usaha pertambangan mineral, logam, dan batubara, serta lebih dari 400 wilayah kerja minyak dan gas. Banyaknya izin yang diterbitkan tidak berbanding lurus dengan pengawasan yang dilakukan pemerintah. Jumlah petugas pengawas di lapangan sangat minim jika dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang beroperasi. Akibatnya pengawasan tidak efektif untuk melakukan penindakan dan penegakan hukum.

 

Jatam juga mencatat sedikitnya 6,7 juta hektar wilayah konsesi tambang tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung dan konservasi. Bahkan ada juga tumpang tindih perizinan untuk komoditas tambang yang sama.

 

“Di Kalimantan Timur jumlah inspektur pengawas tambang hanya 7 orang, mereka harus mengawasi sekitar 1.400 izin. Kami usulkan pemerintah moratorium izin tambang, lakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua perizinan,” kata Merah dalam diskusi di kantor Walhi Jakarta, Rabu (29/5/2019). Baca Juga: Walhi: Izin Sektor Kehutanan Tumbuh Subur Setiap Masa Transisi Pemerintahan

 

Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi Walhi Dwi Sawung menegaskan sebagai pemberi izin, pemerintah harusnya punya kemampuan melakukan pengawasan, Tapi di lapangan terlihat tidak ada pengawasan. Selain persoalan kuantitas, kualitas pengawas juga terbatas dalam hal pemetaan yang berakibat ada izin yang saling tumpang tindih. “Maka tidak heran ada izin yang memberikan konsesi kepada perusahaan untuk beroperasi di tengah pemukiman padat penduduk,” ungkapnya.

 

Belum lagi, Sawung melihat penegakan hukum terhadap perusahaan yang melakukan kejahatan lingkungan dan kemanusiaan akibat kegiatan tambang sangat minim. Alih-alih menjatuhkan sanksi, pemerintah justru malah memperpanjang izin perusahaan tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait