Koalisi Minta Pihak Independen Dilibatkan dalam Tim Kajian UU ITE
Berita

Koalisi Minta Pihak Independen Dilibatkan dalam Tim Kajian UU ITE

Tanpa pihak independen di luar pemerintah, dikhawatirkan hasil kajian akan melanggengkan keberadaan pasal-pasal karet dalam UU ITE, sehingga tidak sesuai harapan masyarakat.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Bahkan telah memidanakan banyak kalangan jurnalis, aktivis, pembela HAM, akademisi, dan warga negara lain saat menyampaikan berekspresi menyampaikan pendapat dengan mengedepankan fakta dan bermartabat. Ironisnya, malah tetap diproses hukum hingga mendekam di balik jeruji besi sebagaimana laporan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet).

Menurut Koalisi, penunjukan komposisi Tim Kajian UU ITE yang dinilai bermasalah itu menunjukan ketidakseriusan pemerintah dalam menjalankan permintaan Presiden Jokowi terkait adanya potensi ketidakadilan dalam penerapan UU ITE, sehingga perlu revisi UU ITE bersama DPR. “Mendorong Tim Kajian ini untuk melibatkan secara aktif para akademisi, korban, perempuan korban, aktivis, pembela HAM, dan kelompok media dalam kajian pasal-pasal UU ITE,” pintanya.

Direktur Eksekutif LBH Konsumen Jakarta, Zentoni mengamini pandangan Isnur. Menurutnya, pengkajian UU ITE oleh Tim Kajian perlu melibatkan sejumlah pihak independen. Sebab, UU ITE pun menyasar para konsumen. Itu sebabnya perlu adanya keterlibatan pihak independen di luar pemerintah. Seperti, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Komunitas Konsumen Indonesia (KKI).

“UU ITE yang berlaku saat ini tidak membawa keadilan bagi konsumen Indonesia. Karena itu, UU ITE seharusnya direvisi lantaran merugikan banyak orang. Bahkan, berpotensi disalahgunakan untuk membungkam suara-suara kritis konsumen Indonesia,” kata Zentoni.

Dia mengingatkan Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan sejumlah hak-hak konsumen. Antara lain hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Ketika hak-hak tersebut digunakan oleh konsumen justru banyak berujung laporan ke aparat penegak hukum.

Sebelumnya, Menkopolhukam M. Mahfud MD mengatakan Pembentukan Tim Kajian UU ITE ini berdasarkan Keputusan Menkopolhukam No.22 Tahun 2021 tentang Tim Kajian UU ITE yang anggotanya dari beberapa kementerian dan lembaga. Tim Kajian diberi waktu selama tiga bulan hingga 22 Mei 2021 untuk mengkaji UU ITE ini. Hasilnya, bakal menjadi rujukan bagi pemerintah untuk memutuskan apakah UU ITE perlu direvisi.  

Tim Kajian terdiri dari tiga kementerian dan lembaga terkait, seperti Kemenkopolhukam, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Mahfud menjelaskan, pembentukan Tim Kajian merupakan tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo kepada Kapolri yang meminta laporan-laporan masyarakat atas dugaan pelanggaran UU ITE dilakukan secara hati-hati dan selektif.

Berdasarkan Keputusan Menkopolhukam 22/2021 ini, Menkopolhukam Mahfud MD, Menkumham Yasonna H Laoly, Menkominfo Jhonny G Plate, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit bertindak sebagai Pengarah Tim Kajian UU ITE. Sementara tim pelaksana kajian UU ITE dipimpin Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenkopolhukam, Sugeng Purnomo.

Tim pelaksana dibagi menjadi dua yakni Sub Tim I sebagai Perumus Kriteria Penerapan UU ITE diketuai oleh Staf Ahli bidang Hukum Kominfo, Prof Henri Subiakto. Sub Tim I bertugas merumuskan kriteria implementatif atas pasal-pasal dalam UU ITE yang kerap dinilai multitafsir atau karet. Sedangkan Sub Tim II dipimpin Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Prof Widodo Ekatjahjana. Sub Tim II bertugas menelaah beberapa pasal dalam UU ITE yang dianggap multitafsir dan menentukan apakah perlu revisi atau tidak.

Tags:

Berita Terkait