Komentar IKAHI tentang Uji Materi Syarat CHA Nonkarier
Berita

Komentar IKAHI tentang Uji Materi Syarat CHA Nonkarier

IKAHI menyebut ada kesenjangan syarat jalur karier dan nonkarier dalam rekrutmen calon hakim agung.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
IKAHI menyatakan sikap netral atas pengujian UU MA dan UU MK di Mahkamah Konstitusi. Foto: RES
IKAHI menyatakan sikap netral atas pengujian UU MA dan UU MK di Mahkamah Konstitusi. Foto: RES
Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) memilih bersikap netral terkait pengujian aturan syarat calon hakim agung nonkarier dalam uji materi UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA) dan UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Secara keorganisasian, IKAHI tak akan mencampuri keinginan beberapa hakim karier yang meminta agar syarat CHA dari jalur nonkarier diperberat ketimbang dari jalur hakim karier.

Netralitas IKAHI itu disampaikan Pelaksana Tugas Ketua Umum organisasi yang menaungi para hakim itu. “Ini bukan permohonan IKAHI ya, tetapi pemohonnya memang anggota IKAHI. Kita netral saja,” ujar Plt Ketua Umum IKAHI, Suhadi saat dihubungi hukumonline, Senin (25/7).

Dia memahami ada diskriminasi dalam persyaratan calon hakim agung yang berasal dari karier dan non-karier. Intinya, persyaratan  CHA karier lebih berat. Misalnya, ketidakseimbangan syarat usia. Non-karier bisa mencalonkan diri pada usia 45 tahun, pengalaman bidang hukum profesi masing-masing 20 tahun, ada perbedaan tingkat pendidikan minimal.  “Khusus hakim karier mensyaratkan pengalaman 20 tahun menjadi hakim ditambah 3 tahun menjadi hakim tinggi,” ujar Suhadi menjelaskan.  

Suhadi menjelaskan jenjang karier hakim bukan sebagai jabatan fungsional murni sejak awal menjadi hakim berusia 25 tahun hingga menjadi hakim tinggi berpangkat/golongan IVd umumnya sudah menginjak usia 55 tahun keatas. Sebab, jenjang kenaikan pangkat/golongan bagi hakim karier per 4 tahun sekali. Dia mencontohkan hakim golongan IIIa (hakim pemula) ke golongan IIId membutuhkan waktu 16 tahun. Lalu, dari golongan IVa ke golongan IVd membutuhkan 16 tahun.

“Jadi, hakim tinggi yang sudah berpengalaman 35 tahun baru bisa mendaftar CHA umumnya menginjak usia 60 tahun, sehingga lebih cepat pensiun. Namun, bagi nonkarier (dosen, pengacara, notaris) cukup pengalaman 20 tahun dalam profesinya dan minimal berusia 45 tahun bisa menjadi CHA,” lanjutnya.

Meski begitu, IKAHI tidak dalam posisi mendukung atau tidak mendukung permohonan ini. Sebab, permohonan ini bagian hak konstitusional para pemohon sebagai hakim. “Ini bukan soal mendukung atau tidak mendukung, itu hak mereka sebagai hakim yang merasa dirugikan. Kita hormati dan hargai hak mereka,” ujar Juru Bicara MA ini.

Dia mengakui adanya kesenjangan syarat jalur karier dan nonkarier dalam rekrutmen CHA sudah pernah disampaikan ke Badan Legislasi DPR saat pembahasan usia pensiun hakim agung (65 tahun) dalam RUU Jabatan Hakim. Sebab, selama ini penerimaan hakim agung jumlahnya tak berimbang antara karier dan nonkarier yang biasanya lebih muda usianya. Akibatnya, hakim agung nonkarier nantinya akan lebih banyak jumlahnya ketimbang hakim agung karier karena mereka lebih cepat pensiun.

“Saat menjadi hakim agung, dari 6 hakim agung yang lolos hanya 2 orang dari hakim karier, saya dan Pak Andi Samsan Nganro. Komposisi ini sebenarnya tergantung yang menyeleksi (KY dan DPR, red),” kata dia.

Ditanya apakah IKAHI akan menjadi pihak terkait, Suhadi menegaskan hal ini tergantung MK. “IKAHI kan netral saja, kalau nanti MK memanggil kita sebagai pihak terkait, kita siap saja.”

Sebelumnya, Komisi Yudisial (KY) menganggap uji materi UU MA dan UU MK terutama yang mempersoalkan syarat CHA nonkarier sangat tidak rasional. Sebab, bagaimanapun keberadaan hakim agung dari jalur nonkarier tetap diperlukan guna mengimbangi kemampuan teknis hakim agung dari jalur karier.

Menurutnya, pandangan ada persoalan diskriminasi dalam hal persyaratan CHA bagi hakim karier dan nonkarier bukan terletakpada norma Undang-Undang (UU). Hal ini merupakan kebijakan (open legal policy) yang secara tidak langsung melarang hakim tingkat pertama (karier) ikut seleksi CHA melalui jalur nonkarier, kecuali yang bersangkutan mengundurkan diri sebagai hakim.

“Lebih jauh posisi KY (sebagai lembaga penyeleksi CHA, -red) ke depan, KY akan mengikuti dan mencermati perkembangan proses persidangan permohonan ini di MK terutama pasca sidang pendahuluan,” ujar Juru Bicara KY Farid Wajdi beberapa waktu lalu.

Seorang hakim tingkat pertama, Binsar M. Gultom,  hakim tinggi pada PT Medan Lilik Mulyadi mempersoalkan beberapa pasal dalam UU MA dan UU MK. Mereka memohon pengujian Pasal 6B ayat (2); Pasal 7 huruf a angka 4 dan 6; Pasal 7 huruf b angka 1-4 UU MA jo Pasal 4 ayat (3); Pasal 15 ayat (2) huruf d, h; dan Pasal 22 UU MK terkait syarat usia, pengalaman, ijazah minimal calon hakim agung dan calon hakim konstitusi serta masa jabatan pimpinan MA dan MK.

Mereka menilai ada persoalan diskriminasi persyaratan calon hakim agung dari jalur karier dan nonkarier serta masa jabatan. Untuk itu, Pemohon berharap pasal-pasal itu dimaknai bisa mempermudah syarat CHA dari jalur karier dan memperketat syarat CHA dari jalur nonkarier. Misalnya, hakim nonkarier diperlukan jika dibutuhkan keahlian bidang tertentu, syarat usia dinaikkan dari 45 menjadi 55 tahun, berstatus guru besar/professor dengan gelar doktor hukum, syarat pengalaman dinaikkan dari 20 tahun menjadi 25 tahun. Selain itu, ada persamaan syarat usia, pengalaman, masa jabatan hakim MK dan MA.
Tags:

Berita Terkait