Komnas HAM: UU PSDN Bahaya bagi Demokrasi dan Penegakan HAM
Berita

Komnas HAM: UU PSDN Bahaya bagi Demokrasi dan Penegakan HAM

Karena pelaksanaan UU PSDHN dapat mengembalikan Indonesia kembali ke era totaliter dan sentralistik serta berpotensi melanggar prinsip conscientious objection karena ada pengaturan absolut melalui ancaman pidana bagi pihak yang tidak mengikuti agenda yang telah ditetapkan, misalnya mobilisasi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Anam, UU PSDN berpotensi melanggar prinsip conscientious objection karena ada pengaturan absolut melalui ancaman pidana bagi pihak yang tidak mengikuti agenda yang telah ditetapkan, misalnya mobilisasi. Walau disebut menghormati HAM, termasuk hak milik dalam konteks sumber daya alam dan sumber daya buatan, tapi penggunaannya bersifat absolut jika telah ditetapkan. Intinya, tidak ada perlindungan hak milik, padahal ini bisa menjadi bagian dari prinsip kesukarelaan.

 

Anam juga melihat tidak ada kepastian hukum karena di satu aspek UU PSDN mengatur hak dan kewajiban, tapi di aspek yang lain ada ancaman pidana. “Jika posisinya itu hak, seharusnya diatur tanpa adanya ancaman,” kata dia di Jakarta, Senin (30/9/2019).

 

Baginya, UU PSDN seolah menjadikan semua warga negara masuk dalam yurisdiksi hukum militer. Padahal basis hukumnya adalah sipil. Menurutnya, masalah paling mendasar yakni pengadilan militer sebagaimana diatur dalam UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer belum direvisi sebagaimana amanat reformasi dan tidak semua persoalan kehidupan dalam kewajiban bela negara adalah urusan militer.

 

Anam juga menyoroti soal pendanaan yang bisa berasal dari luar APBN. Ketika terjadi penyalahgunaan kewenangan, pertanggungjawabannya akan lemah. Anam menegaskan UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI menegaskan anggaran pertahanan negara berasal dari APBN. Begitu pula UU No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara mengatur pertahanan negara dibiayai dari APBN. Pembiayaan pertahanan negara ditujukan untuk membangun, memelihara, mengembangkan, dan menggunakan TNI serta komponen pertahanan lainnya.

 

“Jika swasta bisa memberikan dana, kalau begini postur dan manajemen pertahanan kita bagaimana? Berarti (pertahanan Negara) ditentukan oleh dana swasta?”

 

Tak kalah penting, Anam mencermati UU PSDN tidak mengatur jelas mekanisme mobilisasi dan demobilisiasi apakah dalam status perang atau nonperang. Jika bisa dikerahkan untuk nonperang, komponen pertahanan ini seperti komponen pendukung dan cadangan berpotensi digunakan untuk menghadapi konflik sosial.

 

“Misalnya konflik sosial di bidang pertambangan dan perkebunan, maka masyarakat akan dihadapkan dengan komponen ini,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait