Komnas HAM Usulkan Strict Liability untuk Kasus Lapindo
Utama

Komnas HAM Usulkan Strict Liability untuk Kasus Lapindo

Untuk meminta pertanggungjawaban pidana.

Oleh:
Ady
Bacaan 2 Menit

Kelima, hak atas perumahan. Dari catatan Komnas HAM pada Maret 2007 sebanyak 11.974 orang kehilangan hak atas perumahan karena upaya penanggulangan semburan lumpur gagal melindungi rumah penduduk. Pada kurun waktu yang sama, Komnas HAM juga mencatat para warga belum mendapat ganti rugi secara penuh.

Keenam, hak atas pangan. Komnas HAM menganggap pemerintah gagal memenuhi hak pangan pengungsi di Pasar Baru Porong. Akibatnya, sebanyak 604 kepala keluarga (KK) tidak lagi mendapat pasokan makan karena Lapindo Brantas Inc menghentikan jatah makan sejak 1 Mei 2008. Selain itu sepanjang jalan Raya Porong, banyak pengungsi yang menjadi pengemis dan terancam kelaparan.

Ketujuh, hak atas kesehatan, tim investigasi yang dibentuk Komnas HAM menilai pemerintah melanggar hak atas kesehatan para penduduk di 12 desa yang terendam lumpur. Selain itu desa yang tidak terkena lumpur, ikut menerima dampak negatif. Misalnya udara tercemar gas dan fasilitas air bersih menjadi rusak. Komnas HAM sedikitnya menerima pengaduan 700 warga yang mengalami gangguan kesehatan ketika pertama kali semburan lumpur yang mengandung gas keluar yaitu 2 Juni 2006. Ironisnya, pemerintah tidak melakukan penanganan terhadap warga.

Kedelapan, hak atas penghasilan, pasalnya berdasarkan hasil kajian atas kerugian yang dialami akibat semburan lumpur mencapai puluhan triliun rupiah. Data itu terkait dengan adanya pabrik, area pertanian, usaha kecil yang ditelan lumpur Lapindo.

Kesembilan, hak atas pekerjaan, karena pemerintah dinilai gagal melindungi matapencaharian dan pekerjaan warga atau orang-orang yang bekerja di sekitar semburan lumpur. Dari data pemerintah, Komnas HAM menyebut sebanyak 2.288 orang kehilangan pekerjaan formal karena pabrik-pabrik tutup. Kesepuluh, hak atas pendidikan, pasalnya terdapat 33 gedung Sekolah Dasar, Menengah dan pondok Pesantren, rusak. Akibatnya, lebih dari 1.774 murid terkurangi hak-haknya atas pendidikan yaitu tidak adanya gedung sekolah.

Kesebelas, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, semburan lumpur mengakibatkan terbatasnya fasilitas di tempat pengungsian. Khususnya untuk penyaluran kebutuhan biologis dan hak-hak reproduksi. Serta pengembangan keluarga ikut terhambat. Keduabelas, hak atas kesejahteraan (hak milik), hancurnya rumah, pabrik dan lahan pertanian memperburuk kondisi perekonomian warga. Akibatnya, warga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.

Ketigabelas, hak atas jaminan sosial, yaitu terlanggarnya hak untuk hidup, pengembangan diri dan kesejahteraan. Akibatnya, hak atas jaminan sosial juga terlanggar. Keempatbelas, hak para pengungsi, Komnas HAM berpendapat pemerintah gagal melindungi hak pengungsi. Khususnya untuk kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, penyandang cacat dan lanjut usia.

Dari pengakuan para pengungsi, Komnas HAM menemukan bahwa pengungsi kerap menerima makanan basi, fasilitas MCK tak memadai dan keterbatasan air bersih. Pengungsi juga menyebut tenda pengungsian tak layak dan pelayanan kesehatan minim. Kelimabelas, hak-hak kelompok rentan, pemerintah diangap gagal memenuhi hak kelompok rentan. Misalnya bagi kaum perempuan, tidak ada tempat khusus untuk menyusui. Komnas HAM juga berpendapat, pemerintah tidak menyediakan unit pelayanan trauma healing untuk anak-anak pengungsi.

Peristiwa semburan lumpur yang terjadi di lokasi pertambangan Lapindo Brantas Inc (Lapindo) di Sidoarjo, Jawa Timur, yang terjadi sejak Mei 2006 sampai saat ini belum berhenti. Untuk mencari tahu persoalan yang ada, Komnas HAM membentuk tim investigasi pada tahun 2006. Tim serupa kembali dibentuk dan bertugas sejak Juni 2009 sampai Agustus 2012. Sebelumnya kepolisian telah menghentikan penyelidikan kasus lumpur Lapindo pada 2009 lalu dengan beralasan tidak ada bukti cukup untuk melanjutkan kasus tersebut.

Tags: